Bagi warga kota besar, keberadaan asisten rumah tangga (ART) merupakan hal yang lazim karena memang dibutuhkan. Bahkan, boleh dikatakan ketergantungan pada ART sangat tinggi.
Soalnya, banyak perempuan kota yang sudah berkeluarga punya pekerjaan sendiri, sehingga statusnya bukan ibu rumah tangga biasa.
Makanya, bukan hal yang aneh melihat pasangan suami istri yang sebelum matahari terbit sudah pergi ke tempatnya bekerja dan pulang ke rumah setelah matahari terbenam.
Akibatnya, pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan menyetrika pakaian, membersihkan rumah, serta mengasuh anak, dipercayakan kepada ART.
Namun demikian, ketergantungan terhadap ART tidak berarti ART mendapat bayaran yang besar. Apalagi bagi ART pemula yang belum menguasai pekerjaannya, gajinya relatif kecil.
Memang, ART biasanya didatangkan dari desa dan mereka belum terbiasa menggunakan peralatan rumah tangga modern di kota besar. Sehingga, wajar bila dibayar rendah.
Namun demikian, ART yang baru menginjakkan kaki di kota besar dan kelihatannya lugu, rata-rata sudah canggih bermain hape.
Jangan kaget bila di hari pertama bekerja, si ART sudah meminta password Wi-Fi yang ada di rumah. Bahkan, ada yang tegas-tegas menolak bekerja di rumah yang tidak ada akses internetnya.
Sebetulnya, kalau punya uang bisa saja si ART membeli paket internet, tapi tentu lebih enak nebeng ke majikan.Â
Begitulah budaya ART zaman now, tidak lagi ngerumpi dengan ART rumah sebelah, tapi cukup dengan ngerumpi di media sosial.
Seiring berjalannya waktu, lama-lama ART akan terlatih bekerja. Apalagi jika kejujuran seorang ART telah teruji, itu sudah menjadi modal dasar yang cukup bagi majikan agar hubungannya dengan si ART terus berlanjut.
Untuk itu, majikan tidak keberatan memberikan gaji dan fasilitas yang lebih layak, agar si ART tidak tergoda pindah ke tempat lain.
Bagaimana cara menguji kejujuran seorang ART? Ini gampang-gampang susah dan ART yang diambil dari biro jasa penyalur ART tidak jadi jaminan.
Kalau si ART disuruh belanja ke warung dan uang kembalian semuanya langsung diserahkan ke majikan, ini sudah bagian dari kejujuran.
Ujian berikutnya, majikan bisa dengan sengaja meletakkan uang di tempat tertentu, seolah-olah tercecer. Jika setelah majikan pulang dari bekerja, uang tersebut masih ada, artinya iman si ART cukup kuat.
Meskipun sudah bertemu ART yang cocok, jangan terlalu dimanjakan. Nanti ia bisa ngelunjak, misalnya pergi ngelayap lama-lama atau malah membawa temannya nginap di rumah.
Yang lebih parah, akibat terlalu rajin main hape, kecantol sama lelaki iseng yang punya niat merampok rumah majikan si ART.
Informasi tentang keseharian majikannya serta tempat penyimpanan barang berharga akan dikorek si lelaki dari pacarnya yang ART itu.
Jadi, ART yang baik, selain jujur dan bagus pekerjaannya, harus tahu batas. Main hape hanya setelah beres pekerjaan dan itupun tidak kebablasan berlama-lama.
ART yang baik sudah selayaknya diperlakukan seperti keluarga sendiri. Tapi, bagi majikan yang bergaya ngebos biasanya punya aturan disiplin yang ketat.
Maka, majikan pun jangan kebablasan dalam soal disiplin. ART bisa tidak betah dan minta berhenti atau pulang kampung secara mendadak dan tak kembali.
Hal lain yang juga penting, jangan sampai anak-anak majikan berlaku semena-mena ke ART, main perintah dengan cara yang kasar.
Lagipula, anak-anak sebaiknya tetap diajar mandiri, jangan apa-apa minta ke ART. Memasang kaus kaki dan sepatu, sebagai misal, bagi anak usia SD harusnya bisa dilakukan sendiri.
Kemandirian sangat penting saat si anak sudah dewasa kelak, sehingga tidak kagok kalau mereka sudah membentuk keluarga sendiri.Â
Bagaimanapun, ART punya perasaan dan punya harga diri. Ini yang harus dijaga terus menerus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H