Ternyata, tidak sekadar bisa, justru masyarakat Papua itu hebat. Ini sekaligus sebagai "koreksi" bagi sebagian masyarakat Indonesia yang selama ini masih menilai Papua sebagai daerah tertinggal.
Dari siaran berita salah satu stasiun televisi, Minggu (14/11/2021), terlihat Presiden Jokowi sempat blusukan siang sebelum penutupan Peparnas.
Beliau terlihat memborong noken yang disambut hangat mama-mama pengrajin yang menjajakan nokennya. Anggota rombongan pun juga ikut membeli.
Tak pelak lagi, Presiden Jokowi bisa ditafsirkan sangat mencintai Papua. Selain itu, beliau juga telah memperlakukan atlet difabel secara setara dengan atlet lain.
Hal itu diperlihatkan kepada atlet difabel Indonesia yang meraih medali di ajang Paralympic Tokyo 2021, di mana Presiden Jokowi memberikan bonus yang sama besarnya dengan peraih medali Olimpiade Tokyo.
Kemudian, di ajang Peparnas XVI Papua, tak bisa membuka pada 2 November lalu, Presiden menyempatkan diri menutupnya, 13 November 2021 kemarin.
Padahal, kelaziman selama ini, pejabat yang menutup lebih rendah dari pejabat yang membuka, seperti pada PON Papua 2-15 Oktober 2021 lalu, Presiden yang membuka dan Wapres yang menutup.
Sekarang malah terbalik, Wapres yang membuka dan Presiden yang menutup. Tadinya, dugaan publik, karena Wapres yang membuka, akan ditutup oleh Menteri Koordinator yang membidangi olahraga atau oleh Menteri Pemuda dan Olahraga.
Masalahnya, justru masyarakat umum yang terkesan belum memperlakukan atlet difabel secara setara.
Paling tidak, kesan itu muncul kalau melihat liputan pers yang relatif minim dan kehadiran penonton secara langsung yang relatif sedikit di ajang Peparnas.
Tapi, dengan perhatian yang besar dari pemerintah, terlihat betapa senangnya hati para atlet difabel yang tampil di Papua.