Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ngantuk di Jalan Tol? Lawan dengan Makan Kerupuk

8 November 2021   12:07 Diperbarui: 8 November 2021   20:01 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saya yang tinggal di Jakarta bepergian dengan mobil pribadi ke Bandung lewat jalan tol, saat melewati kilometer 90-100, selalu ekstra hati-hati karena relatif seringnya kecelakaan terjadi di area tersebut.

Namun demikian, bukan berarti kalau sudah melewati area itu, kehati-hatian jadi jauh berkurang. Pada dasarnya, sepanjang kita berkenderaan, terutama bila menjadi pengemudi, harus senantiasa berhati-hati.

Kehati-hatian semakin ditingkatkan kalau melewati jalan tol, karena kenyamanannya bisa membuat kita terlena dan kehilangan kewaspadaan.

Justru semakin mulus jalan tol yang dilewati, pengemudi semakin terpacu buat menekan pedal gas, sehingga tahu-tahu di dashboard, terlihat kecepatan sudah di atas batas maksimum yang diperkenankan.

Sering berpindah-pindah jalur, kurang menjaga jarak dengan mobil yang di depan, termasuk dengan truk besar yang larinya pelan, juga mengandung bahaya.

Tapi, "musuh" yang paling utama bagi pengemudi adalah bagaimana melawan rasa kantuk yang karena kenyamanan di jalan tol, semakin bertambah rasa kantuknya.

Sebetulnya, obat terbaik adalah istirahat sejenak. Namun, jarak antara satu rest area dengan rest area berikutnya, adakalanya relatif jauh.

Lagi pula, pengemudi ingin segera sampai di tempat tujuan, sehingga mengabaikan rasa kantuk tersebut atau melawannya dengan beberapa jurus sebagai berikut:

Pertama, membawa camilan. Kalau mulut lagi mengunyah, rasa kantuk bisa dikurangi. Camilan yang lebih kuat mengusir kantuk adalah yang kalau dikunyah berbunyi seperti kacang dan kerupuk.

Tapi, bagi yang suka permen, bisa juga dicoba, meskipun mungkin tak sedahsyat kacang dan kerupuk dalam melawan rasa kantuk.

Kedua, mendengar musik dan ikut bersenandung. Tidak perlu malu meskipun suara tidak merdu, bahkan tidak masalah kalau membuat sumbang lagu yang tengah diputar.

Soalnya, bila hanya mendengar musik semata, apalagi lagunya bertempo lambat, bisa-bisa malah menjadi musik pengantar tidur.

Tapi, bila ikut bernyanyi, maka rasa kantuk bisa diatasi. Jika malu bersuara keras, ya sekadar mulut mengeluarkan suara saja, sudah lumayan.

Ketiga, ngobrol dengan penumpang, terutama penumpang yang duduk di sebelah pengemudi. 

Tentu, akan lebih asyik bila teman ngobrol tersebut orangnya memang suka ngobrol atau punya banyak bahan untuk diceritakan.

Kalau tidak ada yang diceritakan, bisa juga dengan mengajukan pertanyaan yang ringan.

Semua jurus di atas harus dilakukan sembari tetap berkonsentrasi. Jangan sampai keasyikan bernyanyi atau ngobrol, malah jadi kurang hati-hati.

Dan satu lagi, selalu memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dan mematuhinya.

Saya sendiri, sebetulnya sangat minim jam terbang sebagai pengemudi dan lebih sering bertindak sebagai "navigator".

Dengan demikian, saya lebih leluasa untuk mengamati cara mengemudi anak saya yang duduk di belakang setir. 

Sering juga saya menggunakan jasa seorang teman lama yang kemampuannya mengemudi lumayan bagus.

Namun, tetap saja si teman yang pintar mengemudi ini beberapa kali saya dapati lagi mengantuk dan enggan berhenti sejenak.

Nah, sejak itu saya suka menyetok kacang atau kerupuk, yang disambut hangat oleh si teman yang mengemudi. Ia mengakui, camilan ampuh melawan rasa kantuk.

Tapi, bila melakukan perjalanan jarak jauh, tak ada jalan lain, mutlak harus beristirahat jika pengemudi sudah lelah dan mengantuk.

Masih dengan teman yang sama, suatu kali saya ajak menempuh perjalanan Jakarta-Padang dalam rangka mudik lebaran.

Ketika melewati Lampung Utara sekitar jam 10 malam, saya melihat teman ini sudah beberapa kali menguap, saya minta ia menepi di pom bensin terdekat. 

Sayangnya, ia merasa masih mampu menjalankan tugasnya dan baru menyerah jam 11.30 malam.

Dan saya kaget, ketika ia terbangun jam 1 tengah malam, ia seperti linglung karena merasa lagi di Jakarta.

Ketika itu kondisi di jalan lagi ramai kendaraan, makanya saya merasa aman saja berkendara di malam hari.

Biasanya, kalau bukan suasana lebaran, jalanan sepi dan banyak pengemudi setelah jam 10 malam memilih mencari tempat menginap, baik di hotel kelas melati, masjid, atau pom bensin.

Selain melakukan perjalanan pribadi, dulu saya relatif sering melakukan perjalanan dinas yang berkunjung ke beberapa kota lewat jalan darat.

Saya biasanya ditemani beberapa teman yang satu unit kerja dengan saya. Sayangnya, teman-teman saya sangat gampang tidur dalam perjalanan. 

Sedangkan saya pada dasarnya suka melihat pemandangan, jadi saya sengaja duduk di depan di sebelah pengemudi.

Jika saya melihat pengemudi mengantuk dan saya tawarkan untuk berhenti sebentar namun ditolaknya, hati saya sudah tidak tenang dan tidak lagi menikmati pemandangan.

Akhirnya saya harus pintar-pintar mencari bahan pembicaraan dan mengajak pengemudi ngobrol sepanjang jalan.

Begitulah pengalaman saya berkaitan dengan tips melawan rasa kantuk di perjalanan. O ya, last but not least, bagi saya membaca doa sebelum memulai perjalanan, sangat penting.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun