Kelemahan yang paling jelas sesuai pemberitaan di media massa adalah terkait ditemukannya sejumlah atlet yang terpapar Covid-19.
Meskipun Pemprov Papua menolak penyebutan "klaster PON" atas temuan di atas, data per 10 Oktober 2021 menunjukkan ada 83 orang yang terpapar Covid-19 dalam pelaksanaan PON Papua.
Mereka terdiri dari atlet, ofisial, pelatih, dan wasit yang tersebar di semua kota yang menyelenggarakan PON (Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Mimika), seperti yang ditulis Detik.com (14/10/2021).
Ada pula "noda" berikutnya, yakni insiden pada cabang olahraga tinju. Atlet tinju DKI Jakarta, Jill Mandagie, yang tak puas dengan keputusan juri yang membuat ia kalah dari petinju NTT, berulah dengan membanting pintu.
Aksi Jill itu memantik reaksi relawan yang tergabung dalam panitia pelaksana, sehingga berujung dengan pemukulan di luar ring.Â
Kericuhan tersebut berakhir dengan tindakan saling memaafkan antara kontingen DKI dan pihak relawan.
Adapun kisah lainnya adalah kisah-kisah positif, sehingga harian Kompas (16/10/2021) memberitakan acara penutupan PON Papua sebagai headline dan menyebut sebagai "Kebangkitan di Bumi Cenderawasih".
Antusisme masyarakat Papua memang terlihat luar biasa untuk menyukseskan PON, baik sebagai panitia, relawan, maupun sebagai penonton.
Bukan hanya saat tim sepak bola Papua berlaga, tapi untuk lomba di lintasan atletik pun (yang di tempat lain tidak diminati penonton) di Papua lumayan ramai penontonnya.
Sambutan hangat masyarakat Papua dengan segenap keramahannya yang tulus sangat dirasakan oleh semua kontingen.
Dari berita di media massa terungkap rasa senang para atlet yang merasa kalau tidak ada momen PON mungkin tidak akan pernah melihat keindahan alam Papua.