Berbeda dengan museum yang dikelola pemerintah daerah, museum perusahaan yang punya anggaran khusus dari kas perusahaan tersebut, pengelolaannya jauh lebih baik.
Bahkan, ada museum yang memakai teknologi tiga dimensi seperti Museum Migas yang dibangun Pertamina di Prabumulih, Sumatera Selatan, yang dibuka untuk umum.
Lalu, kembali ke kawasan kota tua Jakarta, di sana ada Museum Bank Indonesia dan Museum Bank Mandiri.
Ada juga perusahaan swasta yang membuat museum seperti Museum House of Sampoerna, yang dibangun produsen rokok Sampoerna di Surabaya.
Tapi, kembali, masalahnya tetap tidak gampang mengajak masyarakat untuk gemar berkunjung ke museum.Â
Bisa jadi karena memakai nama perusahaan, tidak menjadi daya tarik bagi masyarakat umum, karena dikira museum untuk internal perusahaan tersebut.
Nah, cerita museum di Indonesia tidak semuanya seperti di atas dengan munculnya museum yang dikelola secara profesional.
Kesuksesan telah diraih oleh Museum Angkut di Kota Batu, Jawa Timur, yang penampilannya megah dan spektakuler.
Ratusan koleksi kendaraan dari zaman kuno yang terdapat di berbagai belahan dunia, hingga kendaraan modern, yakni dari pedati hingga pesawat terbang, ada di Museum Angkut, seperti pernah saya tulis di sini.
Meskipun Museum Angkut memungut biaya masuk Rp 100.000 per orang di hari libur, ketika sebelum pandemi, museum yang berdiri pada tahun 2014 itu, disesaki oleh pengunjung.