Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mereka Terpaksa Puasa di Tanggal Tua, Teori Mengelola Uang Masih Berguna?

10 Oktober 2021   10:35 Diperbarui: 10 Oktober 2021   10:39 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan orang gajian memang ada plus minusnya. Plusnya ada kepastian bahwa setiap tanggal tertentu akan membawa uang ke rumah atau masuk ke rekening tabungan. 

Sedangkan minusnya,  uang yang diterima hanya segitu-gitu saja. Tak ada masalah kalau jumlahnya relatif besar. 

Tapi, kalau jumlahnya hanya cukup untuk hidup sederhana selama 2 hingga 3 minggu, dan tak ada sumber penghasilan sampingan, jelas akan mengalami kesulitan pada tanggal tua.

Jangan heran, mereka yang mengalami seperti itu ada yang terpaksa berpuasa. 

Kalaupun mereka dapat pinjaman dari kerabatnya, justru menambah beban baru, karena tidak jelas kapan akan mampu dikembalikannya.

Kalau kita membaca referensi tentang keuangan rumah taangga, ada banyak teori tentang cara mengelola uang yang baik.

Meskipun ada banyak teori, tapi sebetulnya mirip-mirip saja satu sama lain, yakni mencakup hal-hal di bawah ini.

Pertama, perlu membuat anggaran bulanan dengan format sederhana, berisi jumlah uang yang diterima dan jumlah pengeluaran yang wajib.

Pengeluaran yang wajib tersebut contohnya untuk makan sehari-hari, biaya transportasi dari rumah ke tempat bekerja dan sebaliknya, biaya sewa rumah, biaya listrik, pulsa telpon seluler, biaya pendidikan anak, dan sebagainya.

Kedua, alokasikan sebagian penghasilan untuk tabungan, untuk asuransi kesehatan, untuk investasi, dan untuk dana darurat.

Ketiga, berdisiplin dalam berbelanja dengan tidak gampang tergiur membeli barang yang bukan kebutuhan pokok, apalagi hanya gara-gara ada diskon.

Begitulah lebih kurang teori mengelola uang yang baik. Hanya saja, menurut saya, hal di atas terlalu text book.

Bagi mereka yang punya pendapatan sama atau di bawah upah minimum regional (UMR), teori di atas belum tentu semuanya bermanfaat.

Tapi, bagaimanapun, tentu bagus jika mereka mampu menerapkan cara mengelola uang yang baik, agar uang yang ada cukup untuk menutupi keperluan selama sebulan.

Percaya atau tidak, masih banyak lho pekerja yang digaji di bawah UMR dan tidak didapat informasi apakah luput dari perhatian pemerintah.

Nah, bagi mereka yang hidup seperti itu, jika mengacu pada teori di atas, seharusnya mereka menyisihkan dulu gajinya untuk biaya rutin bulanan seperti sewa rumah dan biaya listrik.

Setelah biaya bulanan disisihkan, uang yang tersedia dibagi rata untuk 30 hari. Inilah yang setiap hari diambil buat makan, transportasi, dan sebagainya.

Namanya juga hidup sangat pas-pasan, diperkirakan mereka tak punya lagi dana yang bisa disisihkan untuk menabung, apalagi untuk berinvestasi.

Maka, bila ada kerabatnya yang memberikan "ceramah" tentang pentingnya menabung, mungkin mereka akan tersenyum, tapi senyuman pahit.

Menceramahinya untuk berhemat pun perlu hati-hati, bila pada kenyataaanya mereka hanya makan dua kali sehari dengan lauk tempe dan sayur. 

Bahkan, seperti telah disinggung di awal tulisan ini, ada orang yang pada tanggal tua terpaksa berpuasa.

Bila kita punya teman atau famili yang seperti itu, sebetulnya mereka membutuhkan bantuan, mana tahu kita punya dana lebih, baik atas nama zakat atau sekadar bantuan biasa.

Jika kita menyodorkan teori keuangan bagaimana mengelola uang, rasa-rasanya tidak akan berguna.

Bukan teorinya yang keliru, tapi karena mereka punya uang yang sangat ngepas, apanya yang mau dikelola?

Disuruh berhemat? Mereka sudah mengencangkan ikat pinggang. Dibikin lebih kencang lagi artinya bunuh diri.

Mungkin bukan cara menghemat yang perlu disarankan, tapi keberaniannya untuk banting setir mencari peluang baru.

Jika di tempatnya bekerja sekarang tidak ada peluang untuk meraih promisi agar menambah penghasilan, bisa melamar di tempat lain atau berwirausaha.

Untuk berwirausaha, memang akan berhadapan lagi dengan kendala ketiadaan modal.

Namun, di zaman serba online sekarang, seseorang bisa menjual produk tanpa perlu membeli produk itu terlebih dahulu.

Hanya saja, tetap perlu modal untuk pulsa atau paket internet agar bisa gencar memasarkan produk yang ditawarkan.

Tapi, kalaupun tetap bertahan di tempat bekerja sekarang, bisa jadi akan memperoleh pendapatan tambahan, tanpa harus melalui promosi.

Sebagai contoh, seorang office boy (OB) di kantor yang berperilaku baik sering diminta membelikan makanan oleh para staf, dan si OB dapat tip.

Kembali ke kalimat awal tulisan ini, begitulah kehidupan orang yang makan gaji. 

Bagi mereka yang seperti itu, tetaplah bersyukur, karena mereka masih punya pekerjaan. 

Kondisi mereka bagaimanapun lebih baik ketimbang mereka yang bekerja serabutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun