Apalagi misalnya kegiatan perekonomian di suatu daerah mulai hidup tanpa mengabaikan protokol kesehatan.Â
Artinya, keterbukaan sektor ekonomi yang selama ini dinilai sebagai biang keladi sumber penularan Covid-19, bisa disiasati.
Perkembangan terbaru, wacana penundaan pemilu dengan terlebih dahulu mengamandemen UUD 1945, tampaknya mulai meredup.
Namun demikian, amandemen untuk soal lain, masih terbuka kemungkinan. Hal ini berkaitan dengan gagasan MPR mengamandemen konstitusi untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
PPHN fungsinya mirip dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada waktu Orde Baru yang membuat program pembangunan bisa berjalan secara berkesinambungan.
Kesuksesan pelaksanaan GBHN dulunya sangat ditunjang karena presidennya tidak berganti, dipegang oleh Soeharto selama enam kali Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun, turunan dari GBHN).
Nah, agar PPHN bisa sukses, tentu siapapun pengganti Joko Widodo, diharapkan programnya menginduk ke PPHN.
Atau, bagi sebagian kalangan, muncul gagasan kenapa tidak diubah saja konstitusi sehingga presiden bisa menjabat selama 3 periode, atau melakukan penundaan pilpres karena kondisi pandemi.
Hanya saja, menurut MPR, wacana tentang perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak akan dibahas dalam amandemen konstitusi.
Tapi, seperti ditulis kompas.id (14/9/2021), kalangan masyarakat sipil menilai tak ada jaminan amandemen tidak melebar ke isu di luar PPHN.
Hal lain, terlepas dari kapan akan dilakukan pemilu, tahun 2024 atau ditunda, akan lebih baik bila pemilu dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi yang lebih canggih.Â