Nah, kebetulan saya punya koleksi beberapa buku biografi yang kebanyakan memang pakem penulisannya bergaya "sengsara membawa nikmat".
Kisah berpola penderitaan yang jadi pelecut untuk menggapai sukses, memang sangat gampang ditemui pada biografi orang-orang besar di negeri ini.
Biografi yang saya baca, selain kisah beberapa orang pejabat tinggi negara, kebanyakan adalah riwayat para pebisnis tangguh nasional.Â
Yang saya ingat langsung, kisah Chairul Tanjung yang ketika kecil hanya seorang "anak singkong", kemudian sukses memiliki "kerajaan" bisnis CT Corp.
Atau, para pengusaha ulung seperti Mochtar Riyadi, Liem Sioe Liong, Ciputra, atau William Soerjadjaja, masa kecilnya juga "berdarah-darah".
Di luar negeri pun juga sama. Coba baca kisah hidup Jack Ma, orang terkaya di China dan pendiri Alibaba.com, dulunya hidup sederhana sebagai seorang guru Bahasa Inggris.
Jika masih ada yang belum begitu yakin dengan larisnya pakem penulisan biografi berpola "sengsara membawa nikmat", coba saja iseng-iseng ke Gramedia. Â
Ada buku yang jadi sampel dan bisa dibaca sekilas di Gramedia, atau di sampul belakang buku biasanya ada semacam ringkasan buku.
Jangan-jangan akhirnya muncul anggapan, hanya mereka yang menderita dan kemudian meraih kesuksesan mengubah nasibnya, yang layak membuat biografi.
Artinya, mereka yang dulunya menderita dan tetap belum sukses secara materi di usia tua, atau belum sukses di bidang tertentu, tidak layak menulis biografi.
Demikian pula mereka yang dari kecil sudah terlahir dari keluaraga kaya dan tetap makmur di usia tua, juga kurang pas kalau menulis biografi.Â