Musibah pandemi yang melanda negara kita sejak 1,5 tahun terakhir ini ternyata tidak mengurangi terjadinya berbagai tindak pidana korupsi di sejumlah daerah.
Berita terbaru yang banyak diberitakan media massa, antara lain seperti ditulis wartaekonomi.co.id (31/8/2021), adalah tentang kasus suap lelang jabatan kades (kepala desa).
Kali ini yang jadi tersangka adalah Bupati Probolinggo (Jawa Timur), Puput Tantriana Sari, dan suaminya yang menjadi anggota DPR RI, Hasan Aminuddin.
Kedua tersangka di atas telah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan akan berlangsung selama 20 hari pertama, terhitung sejak 31 Agustus 2021 sampai dengan 19 September 2021.
Kasus di atas semakin memperpanjang daftar kepala daerah, baik gubernur, bupati, atau wali kota, yang tersandung masalah korupsi.
Tak salah kalau disebutkan "kapok lombok" terhadap fenomena di atas. Seperti ketika seseorang sehabis makan makanan yang pedas karena banyak lombok (cabe)-nya, langsung merasa kapok.
Eh, gak tahunya, ketika besok-besok ada makanan yang pedas lagi, tetap saja diembat. Makanya disebut dengan kapok lombok.
Tapi, terlepas dari kasus yang sedang dihadapi Bupati Probolinggo, agar tidak rancu, perlu dibedakan antara "lelang jabatan" dengan "jual beli jabatan".
Kalau misalnya dalam lelang jabatan tersebut, kandidat yang dimenangkan adalah orang yang paling kuat membayar kepada oknum yang punya kewenangan, ini merupakan lelang jabatan yang keliru.
Lelang jabatan dengan pola yang keliru itu lebih tepat disebut jual beli jabatan dan jelas jadi salah satu modus dalam tindak pidana korupsi.
Namun, jangan salah sangka. Lelang jabatan itu ada lho versi yang benar dan sama sekali tidak disusupi oleh permainan uang atau hal melawan hukum lainnya.