Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Afghanistan dan Pelajaran bagi Indonesia, Betapa Mahalnya Persatuan

24 Agustus 2021   09:00 Diperbarui: 24 Agustus 2021   09:09 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konferensi Pers dari anggota kantor politik Taliban|Foto: Reuters/Tatyana Makeyeva, via Tempo.co

Kabul yang merupakan ibu kota Afghanistan diberitakan sejumlah media massa mulai terkendali. Namun, apakah betul-betul terkendali, agaknya masih dipertanyakan.

Makanya, tindakan pemerintah Indonesia yang menugaskan TNI Angkatan Udara untuk mengevakuasi WNI dari Afghnistan, merupakan langkah yang tepat.

Seperti diberitakan sejumlah media massa, pada Sabtu (21/8/2021), dengan menggunakan pesawat Boeing 737-400, 26 WNI dan 7 WNA telah sampai di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Kenapa evakuasi tersebut penting, padahal katanya Kabul sudah terkendali? Soalnya, berita terkendali tersebut berasal dari pihak Taliban yang menjadi penguasa baru di negara pegunungan yang tak mempunyai akses langsung ke lautan itu.

Tentu kesan aman dan terkendali harus diciptakan Taliban agar pengakuan internasional mereka dapatkan. Tapi, apakah faktanya betul-betul sudah aman, tentu perlu informasi dari pihak lain yang independen.

Tidak hanya Indonesia, banyak negara lain yang juga mengevakuasi warganya. Selain itu, warga Afghanistan sendiri banyak pula yang mencoba peruntungannya untuk keluar dari negaranya.

Artinya, yang khawatir dengan ketidakpastian di masa depan bukan saja warga luar negeri yang berada di Afghanistan, tapi juga warga Afghanistan itu sendiri. 

Mereka merasa lebih aman bila berhasil mendapatkan status sebagai pengungsi di negara lain yang bersedia menampung mereka.

Jelaslah, saat ini mata dunia tertuju ke Afghanistan. Perkembangan dari hari ke hari perlu dicermati, agar sikap masing-masing negara tidak keliru dalam memberikan tanggapan, tentu juga untuk melindungi kepentingan negara tersebut.

Satu hal yang akan menjadi perhatian adalah bagaimana Taliban memperlakukan kaum wanita, termasuk dalam hal ini boleh tidaknya wanita mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan.

Sewaktu Taliban pernah berkuasa sebelum digusur Amerika Serikat, salah satu yang menjadi sorotan dunia adalah dikebirinya hak wanita.

Melihat sudah puluhan tahun Afghanistan dilanda konflik yang tidak berkesudahan, membuat pembangunan di sana tidak bisa berlangsung dengan lancar. Bahkan, apa yang sudah dibangun bisa dihancurkan oleh pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

Tidak hanya Afghanistan, beberapa negara lain seperti Suriah, Irak dan Libya, juga didera konflik internal yang berkepanjangan. 

Perlu disadari, pada setiap konflik internal, biasanya juga melibatkan beberapa negara asing yang berniat memperluas pengaruhnya.

Belum lagi jika dimasukkan konflik "abadi" Israel-Palestina. Hingga saat ini, kemerdekaan secara penuh belum lagi diperoleh rakyat Palestina di tanahnya sendiri.

Nah, sekarang kita berpindah ke kondisi di tanah air. Pelajaran apa yang dapat kita petik dari mencermati perkembangan di Afghanistan dan beberapa negara lain yang mengalami kasus yang mirip.

Jika dipikir-pikir, kita di Indonesia pantas untuk selalu bersyukur. Berdirinya NKRI betul-betul kurnia Illahi. Bayangkan, banyak sekali suku, bahasa, adat, budaya, dan agama, ternyata tidak menjadi penghalang untuk terciptanya persatuan.

Bahkan kita punya semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang merekatkan semua perbedaan itu. Perbedaan menjadi rahmat yang memperkaya dan memperindah keharmonisan kita.

Betapa mahalnya harga persatuan nasional, harus kita sadari bersama. Makanya, anugerah Tuhan yang luar biasa harus senantiasa kita pelihara.

Beruntung pula, di negara kita kaum wanita menduduki tempat terhormat, sama hak dan kewajibannya dengan laki-laki. Secara ketentuan dalam konstitusi, hak-hak wanita diakui, termasuk dalam berpolitik.

Tidak heran, NKRI pernah dipimpin oleh Presiden wanita. Ketua DPR, Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan jabatan publik lainnya, sudah hal biasa bila dijabat seorang wanita.

Bahkan, para dokter dan tenaga kesehatan yang berjibaku mengatasi banyak sekali pasien yang terpapar Covid-19, justru mayoritas adalah wanita.

Hanya saja, masih ada sisi negatif yang dialami kaum wanita di Indonesia. Contohnya, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih banyak terjadi.

Hal lain yang agak mencemaskan masa depan bangsa terkait dengan fenomena terjadinya polarisasi yang makin irasional. 

Seperti diberitakan kompas.id (23/8/2021), polarisasi masyarakat ke kutub Islam dan kutub kebangsaan terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir.

Pembelahan karena ada kecenderungan mempertentangkan agama dengan Pancasila. Ini dinilai irasional dan ahistoris.

Hal itu semestinya tidak dilakukan karena bertentangan dengan kesepakatan dan pengorbanan yang telah dilakukan para pendiri bangsa.

Demi langgengnya keutuhan bangsa, tak bisa lain, kita semua harus waspada.  Apapun tindakan, ucapan, atau tulisan kita, pertimbangkan dulu sebelum melakukannya.

Jika dinilai mengandung unsur yang melecehkan suatu kelompok atau agama dan membahayakan persatuan nasional, jangan lakukan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun