Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Menghitung Kerugian Moril dan Materil dari Hubungan Tanpa Status

22 Agustus 2021   09:54 Diperbarui: 26 Agustus 2021   01:30 4766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan tanpa status (selanjutnya ditulis HTS) biasanya diartikan sebagai relasi yang sangat dekat antar seorang pria dan seorang wanita, namun secara resmi belum ada pernyataan bahwa mereka berpacaran atau belum ada komitmen untuk saling mencintai.

Meskipun istilah HTS dulu mungkin belum populer, tapi pada hakikatnya, pada setiap zaman hal ini telah berlangsung. Tentu, pola pergaulannya disesuaikan dengan norma yang berlaku di masing-masing zaman. 

Namun, harus diakui, di era maraknya media sosial sekarang ini, HTS makin banyak memakan korban, seiring dengan makin gampangnya interaksi antar insan yang berlainan jenis, baik secara online, maupun offline.

Hanya, disadari atau tidak, dalam perbincangan dengan topik HTS, wanita sering diposisikan sebagai korban.  

Seolah-olah sebagian laki-laki digambarkan sebagai orang yang senang mempermainkan hati wanita, tanpa menjelaskan arah hubungan mereka.

Mungkin hal itu karena terpengaruh dengan streotip wanita sebagai kaum yang lemah. Dan memang, dalam pedekate, lazimnya inisiatif berasal dari pihak laki-laki, sedangkan wanita dalam posisi menunggu didatangi laki-laki.

Masalahnya, ketika si wanita sudah merasa ingin "ditembak", si laki-lakinya masih selow saja. Maka hal ini bisa disebut sebagai HTS bila si lelaki sudah sering ngajak jalan, tapi tak kunjung mendeklarasikan cintanya.

Bisa jadi si laki-laki punya beberapa target, sehingga masih dalam tahap pilih-pilih. Atau, si lelaki memang sekadar bermain-main saja, tak ada niat buat lebih serius.

Jelaslah, si wanita merasa digantung. Mau bertanya langsung atau malah mau nembak duluan, si wanita juga takut dikira sebagai wanita yang kurang sopan.

Tapi, kisah HTS tidak selalu begitu. Dalam pergaulan saat ini, terutama di kota-kota besar, pihak wanita pun tidak tabu untuk mengambil insiatif dalam melakukan pedekate terhadap laki-laki yang ditaksirnya.

Nah, ketika si lelaki merasa sudah diberi angin dan langsung nembak, jawaban si wanita malah mencla-mencle, tidak tegas menerima, tapi juga tidak tegas menolak.

Dalam hal ini, jelas yang menjadi korban adalah si lelaki. Bisa jadi hanya menderita korban perasaan saja, tapi bisa pula berupa korban uang karena habis buat mentraktir dan memberi hadiah. 

Ada lho sebuah kisah nyata. Dalam rangka mengambil hati wanita yang disukainya, seorang lelaki mengeluarkan uang untuk tiket pesawat dan akomodasi ke tempat wisata terkenal di luar negeri untuk 8 orang.

Kok demikian banyak yang diajak? Karena si wanita yang ditaksir tersebut hanya mau jalan-jalan kalau bersama dengan anggota gengnya.

Padahal, setelah satu tahun menjalin hubungan, tetap berstatus HTS, hingga akhirnya si lelaki tersadar bahwa ia telah salah kalkulasi. 

Kerugian materil yang dideritanya, telah membuat bisnisnya bangkrut. Kemudian, secara psikis ia juga menderita. Inilah kerugian moril yang meskipun tak bisa dihitung dengan uang, tapi sangat memukulnya.

Jelaslah, terlepas dari kerugian waktu, korban HTS juga rugi secara moril dan rugi secara materil. Namun, bila yang jadi korban adalah wanita, agak jarang yang rugi materil karena hukum tak tertulis mengatakan lelaki yang mentraktir wanita.

Tapi, dalam beberapa kasus si wanita yang menghujani lelaki dengan berbagai hadiah, bahkan memberikan uang tunai yang besar, ada saja ditemui.

Memberi uang atau barang, jika dicermati, bisa jadi murni kesalahan si korban. Artinya, insiatif untuk memberikan sesuatu, berasal dari si korban yang tentu ada pamrihnya, yakni agar terjadi peningkatan status.

Namun, bisa pula memang si wanita yang memancing-mancing dengan kata-kata bersayap meminta sesuatu dari laki-laki yang lagi kesengsem dengan dirinya.

Boleh dikatakan, wanita yang memancing-mancing tersebut adalah tergolong cewek matre dan si lelaki kurang waspada sehingga uangnya ludes terkuras.

Adakalanya, untuk menghibur diri, si korban mengungkapkan "cinta tak mesti bersatu" atau "cinta tak mesti memiliki". Ini kalimat mengambang yang diambil dari puisi atau syair lagu.

Para penyair atau pencipta lagu selalu punya kata-kata indah, bukan saja saat hatinya berbunga-bunga, bahkan saat kecewa ditinggal pergi pun bisa mendatangkan inspirasi.

Tapi, tak semua korban HTS mau menghibur diri. Bagi yang lain, bisa pula yang terjadi kebencian yang amat sangat. 

Ada yang cukup sekadar tak mau bertemu sang mantan, namun juga ada yang sadis sehingga berujung tindak kriminal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun