Hubungan tanpa status (selanjutnya ditulis HTS) biasanya diartikan sebagai relasi yang sangat dekat antar seorang pria dan seorang wanita, namun secara resmi belum ada pernyataan bahwa mereka berpacaran atau belum ada komitmen untuk saling mencintai.
Meskipun istilah HTS dulu mungkin belum populer, tapi pada hakikatnya, pada setiap zaman hal ini telah berlangsung. Tentu, pola pergaulannya disesuaikan dengan norma yang berlaku di masing-masing zaman.Â
Namun, harus diakui, di era maraknya media sosial sekarang ini, HTS makin banyak memakan korban, seiring dengan makin gampangnya interaksi antar insan yang berlainan jenis, baik secara online, maupun offline.
Hanya, disadari atau tidak, dalam perbincangan dengan topik HTS, wanita sering diposisikan sebagai korban. Â
Seolah-olah sebagian laki-laki digambarkan sebagai orang yang senang mempermainkan hati wanita, tanpa menjelaskan arah hubungan mereka.
Mungkin hal itu karena terpengaruh dengan streotip wanita sebagai kaum yang lemah. Dan memang, dalam pedekate, lazimnya inisiatif berasal dari pihak laki-laki, sedangkan wanita dalam posisi menunggu didatangi laki-laki.
Masalahnya, ketika si wanita sudah merasa ingin "ditembak", si laki-lakinya masih selow saja. Maka hal ini bisa disebut sebagai HTS bila si lelaki sudah sering ngajak jalan, tapi tak kunjung mendeklarasikan cintanya.
Bisa jadi si laki-laki punya beberapa target, sehingga masih dalam tahap pilih-pilih. Atau, si lelaki memang sekadar bermain-main saja, tak ada niat buat lebih serius.
Jelaslah, si wanita merasa digantung. Mau bertanya langsung atau malah mau nembak duluan, si wanita juga takut dikira sebagai wanita yang kurang sopan.
Tapi, kisah HTS tidak selalu begitu. Dalam pergaulan saat ini, terutama di kota-kota besar, pihak wanita pun tidak tabu untuk mengambil insiatif dalam melakukan pedekate terhadap laki-laki yang ditaksirnya.