Di zaman Orde Baru misalnya, penyair W.S. Rendra termasuk yang tidak disukai penguasa ketika itu. Pementasan kelompok teaternya atau pembacaan puisi-puisinya, harus melewati perizinan yang berliku.
Polemik tentang karya seni yang lebih mengutamakan aspirasi politik ketimbang ekspresi artistik, telah lama sekali berlangsung.Â
Yang menjadi sasaran tembak bukan saja pihak pemerintah (termasuk pihak penjajah Belanda sewaktu RI belum lahir), tapi bisa saja antar sesama seniman yang berlawanan aliran politiknya.
Di era Orde Lama, dua kubu seniman, khususnya sastrawan, saling bertarung, yakni kelompok Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang onderbouw PKI (Partai Komunis Indonesia) dan sastrawan yang tidak sejalan dengan Lekra.
Sastrawan yang melawan Lekra tersebut membentuk Manikebu (Manifes Kebudayaan). Saat lahir Orde Baru, Lekra akhirnya ditumpas dan tidak eksis lagi.
Nah, yang sekarang ramai dibicarakan adalah berkaitan dengan mural yang menggambarkan wajah yang mirip dengan Presiden Joko Widodo.
Contohnya terdapat di Batuceper, Kota Tangerang, Banten, ada mural bergambar mirip Presiden yang pada bagian matanya ditutupi tulisan: "404: Not Found".
Tak berselang lama, gambar tersebut dihapus atau ditimpa dengan cat hitam. Alasannya, wajah Presiden adalah lambang negara.
Tak berhenti di situ, polisi juga mencari orang yang melukis mural tersebut, seperti ditulis oleh kompas.id (20/8/2021).
Seni mural merupakan sesuatu yang gampang ditemui di berbagai belahan dunia, baik di negara maju, maupun negara berkembang seperti Indonesia.
Secara umum, pengertian mural adalah menggambar atau melukis dengan menggunakan tembok atau dinding. Makanya, mural disebut juga dengan seni jalanan.