Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kesibukan yang Mengasyikkan Saat Pensiun, Untung Ada Kompasiana

12 Agustus 2021   06:57 Diperbarui: 12 Agustus 2021   07:02 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa bagi mereka yang tak lama lagi memasuki masa pensiun, sering dihantui hal yang mencemaskan, saya juga pernah merasakan seperti itu.

Ya, mungkin tidak semuanya begitu. Tapi, bila saya melihat kondisi sebagian besar senior saya yang telah duluan memasuki masa pensiun, mereka terlihat mengalami penurunan kualitas kehidupan, yang dapat dilihat dari beberapa hal.

Pertama, dilihat dari penghasilan, penurunan itu menurut saya terlalu tajam. Apalagi bagi mereka yang pernah memegang jabatan level menengah ke atas, ketika pensiun, bila mereka tak punya simpanan, ibaratnya terjun bebas.

Soalnya, kebetulan struktur penggajian di perusahaan tempat saya lama mengabdi, memang jomplang. Gaji pokoknya standar saja, tapi yang lumayan besar adalah tunjangan jabatan.

Lalu juga ada bonus tahunan yang selalu ditunggu karyawan. Tapi, bonus ini dihitung berdasarkan nilai kinerja individu. Mereka yang nilainya "sangat memuaskan", bonusnya bisa setara dengan beberapa bulan gaji plus tunjangan.

Nah, bayangkan, ketika pensiun, tentu tidak ada bonus. Satu-satunya sumber penghasilan hanyalah uang pensiun bulanan, yang dihitung dengan persentase tertentu dari gaji pokok terakhir saat masih berdinas. 

Sedangkan tunjangan jabatan yang besar itu tadi, tidak ada pengaruhnya, dalam arti tidak menambah penerimaan uang pensiun bulanan.

Karena saya tidak mau terjun bebas, maka saya mencoba disiplin menabung. Setelah tabungan tersebut melewati angka tertentu, dikonversi menjadi deposito yang bunganya di atas bunga tabungan.

Ada lagi yang lebih tinggi bunganya dari deposito dan sama amannya, yakni membeli obligasi yang diterbitkan pemerintah. Jika kita membeli obligasi tersebut, artinya kita memberi pinjaman kepada pemerintah.

Kesempatan buat mendapat kredit karyawan yang bunganya relatif rendah, jangan dilewatkan. Pinjaman tersebut sebaiknya dijadikan sebagai investasi, misalnya dengan membangun kios atau beberapa petak rumah untuk kos-kosan.

Sewa kios atau kos-kosan yang diterima, usahakan agar lebih tinggi dari beban bunga kredit yang harus dibayar. 

Keuntungan besar terjadi ketika pinjaman sudah lunas, punya kios atau rumah yang makin naik nilainya sesuai kenaikan harga tanah dan sekaligus menerima uang sewa secara periodik.

Kedua, setelah membahas soal penghasilan, hal yang berkaitan dengan kualitas kehidupan berikutnya adalah soal kesehatan. Pada usia pensiun, umumnya kesehatan seseorang makin menurun. 

Ciri-ciri fisik pun memperlihatkan adanya penurunan fungsi panca indra. Penglihatan dan pendengaran sudah tidak sejernih saat muda dulu. 

Selain itu, postur tubuh mulai gemuk dengan perut yang buncit. Rambut mulai menipis, bila masih lebat, justru warnanya yang berubah, karena sudah meninggalkan "dunia hitam" (baca: penuh uban).

Banyak senior saya yang belum lama pensiun, tapi mengidap penyakit yang berat seperti stroke, mendapat serangan jantung, gagal ginjal, diabetes, pengapuran tulang, dan sebagainya.

Akibatnya, setiap mau makan enak, seorang pensiunan harus berhitung, seberapa takarannya yang tidak membahayakan bagi tubuhnya.

Nah, cara menyiasatinya, sejak beberapa tahun sebelum pensiun, harus dibiasakan melakukan general check up agar bisa mendeteksi potensi penyakit. Kalaupun memang sakit, bila masih pada tahap dini, juga lebih gampang penyembuhannya.

Menerapkan pola hidup sehat dengan memperhatikan kecukupan gizi, rutin berolahraga yang bebannya disesuaikan dengan usia, serta cukup istirahat, mutlak diperlukan. 

Ketiga, kualitas kehidupan berkaitan pula dengan kegiatan sehari-hari. Ketiadaan aktivitas akan berdampak pada ketahanan mental, dan berikutnya akan mempengaruhi kesehatan secara fisik. 

Yang dimaksud aktivitas tidak selalu berarti dalam rangka mendapatkan uang, seperti sebelum pensiun. Tapi, bila memang berbakat melakukan usaha rumahan, menjadi guru les atau dosen tidak tetap, bagus-bagus saja bila tetap mencari nafkah.

Pada dasarnya, sepanjang simpanan saat bekerja sudah mencukupi, apalagi bila ditambah passive income dari bunga deposito dan obligasi (imbal hasil dalam sistem syariah), maka kegiatan yang dilakukan agar diniatkan sebagai pengisi waktu.

Jalan-jalan (kalau pandemi sudah berakhir), berolahraga, menekuni hobi, kegiatan ibadah, kegiatan sosial, atau bersilaturahmi (saat ini cukup secara virtual karena lagi pembatasan sosial), merupakan contoh kegiatan yang baik bagi para pensiunan.

Nah, bagi saya sendiri, berbicara tentang hobi, dua hal yang paling utama, yakni membaca dan menulis. Kedua hal ini terfasilitasi oleh Kompasiana.

Di perusahaan tempat saya bekerja, usia pensiun adalah 56 tahun. Saya secara resmi sudah pensiun beberapa tahun lalu. Tapi, setelah itu masih ada beberapa tugas yang saya dapatkan yang bersifat part time.

Baru dua bulan ini saya yang betul-betul bebas. Saya merasa beruntung menjadi warga Kompasiana sehingga punya kesibukan yang mengasyikkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun