Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Royal Memberi Hadiah, Sebaiknya Juga untuk Dana Pembinaan Atlet

11 Agustus 2021   07:11 Diperbarui: 11 Agustus 2021   07:20 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi tempat pelatnas angkat besi|Dok. Antara Foto/Hafidz Mubarak A/foc

Kita memang bangsa yang suka instan. Mungkin karena itulah, mayoritas masyarakat kita menyukai mi instan dan segala macam makanan dan minuman instan lainnya.

Bahkan, Indonesia sudah termasuk produsen mi instan terkemuka di dunia yang produknya telah merambah berbagai penjuru dunia.

Tulisan ini sama sekali tidak berkaitan dengan mi instan. Sebetulnya, topik yang mau diulas adalah tentang prestasi atlet kita yang baru saja usai berlaga di ajang pesta olahraga terbesar di dunia, Olimpiade 2020 yang berlangsung di Tokyo, Jepang.

Nah, ceritanya, bagi atlet yang berhasil meraih medali, seperti diberitakan sejumlah media massa, akan diguyur hadiah yang boleh dikatakan berlimpah. 

Bahkan, bagi peraih medali emas, pasangan ganda putri bulutangkis, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, bisa jadi akan "kewalahan" juga menerima hadiah dari berbagai pihak.

Tidak hanya pemerintah yang memberi hadiah, tapi para pengusaha pun tak mau kalah. Dilansir dari kompas.com (6/8/2021), inilah deretan hadiah yang dijanjikan untuk Greysia dan Apriyani.

Pertama, berupa uang tunai, yakni dari pemerintah Rp 5 miliar, dari Presiden Arema FC yang dijuluki "Crazy Rich Malang" Rp 500 juta, dan Grab Indonesia Rp 500 juta.

Kedua, berupa rumah dan apartemen. Rumah yang berlokasi di Pantai Indah Kapuk (PIK) diberikan oleh Ketua Umum PBSI Agung Firman Sampurna.

Sedangkan apartemen di kawasan BSD City, Tangerang Selatan, merupakan hadiah dari pengusaha properti Lukas Buntoro, CEO dan founder MGM Goup.

Ketiga, berupa sebidang tanah. Pemkab Konawe, Sulawesi Tenggara, memberikan tanah kepada Apriyani yang memang berasal dari sana, dan Pemkot Tomohon (kampungnya Greysia) memberikan tanah bagi Greysia.

Keempat, berupa hak franchise (waralaba) warung bakso. Hadiah ini diberikan influencer Arief Muhammad, masing-masingnya, Greysia dan Apriani mendapat satu cabang Warung Bakso Aci Akang.

Kelima, hadiah yang unik, gratis minum kopi seumur hidup di gerai kopi Filosofi Kopi milik aktor Chicco Jerikho.

Keenam, wisata gratis ke destinasi unggulan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Destinasi wisata unggulan tersebut adalah Labuan Bajo (NTT), Danau Toba (Sumut), Borobudur (Jateng), Mandalika (NTB), dan Likupang (Sulut).

Ketujuh, berupa tabungan emas dari PT Pegadaian. Emas tersebut seberat 3 kg atau setara Rp 2,6 miliar.

Deretan hadiah di atas jelas sesuatu yang luar biasa, pertanda begitu berharganya sekeping medali emas yang membuat bendera merah putih dikerek dan lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di event paling bergengsi tersebut.

Nah, lalu apa hubungannya dengan budaya instan? Begini, Greysia dan Apriyani demikian perkasa di Olimpiade, tentu telah melewati proses amat panjang, dan bahkan Greysia pernah nyaris gantung raket.

Alangkah baiknya bila gembar-gembor royalnya hadiah yang dikucurkan kepada atlet berprestasi, juga diikuti dengan pengucuran dana dari berbagai pihak kepada usaha pembibitan, pembinaan dan pelatihan atlet.

Hanya proses yang baiklah yang akan menelurkan hasil yang juga baik. Kata orang, hasil tidak akan mengkhianati proses. Tak mungkin medali emas datang secara instan.

Menarik membaca paparan harian Kompas (6/8/2021) yang berjudul "Perhatikan Pembinaan, Jangan Cuma Bonus Mencengangkan".

Greysia dan Apriyani memang layak dapat bonus berlimpah, karena mereka telah memberikan inspirasi yang luar biasa untuk bangsa dan negara.

Tapi, sebetulnya kita punya atlet potensial yang tersebar di berbagai daerah, tapi mereka latihan dengan fasilitas dan pembinaan yang seadanya.

Sebagai contoh, tempat latihan peraih medali perunggu di cabang olahraga angkat besi Olimpiade Tokyo, Rahmat Erwin Abdullah, sungguh memprihatinkan.

Hal itu diceritakan Fritz E Simanjuntak, seorang pengamat olahraga, mengomentari bekas tempat latihan Rahmat di kawasan Stadion Mattoangin, Makassar, Sulawesi Selatan, pada Oktober 2019.

Tempat latihan itu hanya berukuran 5 x 5 meter, alat berat yang tersedia sudah berkarat dengan teknologi yang tertinggal puluhan tahun.

Seandainya tempat latihan tersebut lebih layak, bukan tidak mungkin akan lebih banyak para remaja yang tertarik jadi atlet angkat besi. Bukan tidak mungkin pula, medali emas dari cabang angkat besi  bisa disabet. 

Sebetulnya sudah ada beberapa perusahaan milik negara yang jadi "bapak angkat" untuk pembinaan cabang olahraga yang kurang populer seperti angkat besi.

Tapi, kenyataannya, kondisinya masih jauh di bawah yang diinginkan, misalnya bila dibandingkan dengan fasilitas pembinaan bulutangkis yang dimiliki Grup Djarum.

Ke depan, kita berharap agar pemerintah serta perusahaan kelas menengah ke atas, memberi bantuan yang memadai untuk berbagai keperluan pembinaan atlet.

Pemerataan antar cabang olahraga dan juga pemarataan antar daerah, perlu diupayakan, mengingat banyak bibit atlet potensial, justru berada di daerah pelosok.

Bila pencarian bakat, pembibitan, dan penggemblengan atlet di berbagai pusat pelatihan telah berjalan dengan baik, prestasi olahraga Indonesia di pentas dunia akan mengalami peningkatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun