Masih ada cerita menarik di balik pertandingan bulutangkis Olimpiade yang berlangsung sekitar seminggu yang lalu. Masih ingat siapa lawan yang dibabat pasangan ganda putri kita, Greysia Polii dan Apriani Rahayu, di partai final?
Ya, betul, mereka adalah pasangan dari China, Chen Qing Chen dan Jia Yi Fan. Keperkasaan mereka sewaktu di semi final mengalahkan pasangan Korea Selatan, sirna begitu ketemu Greysia-Apriani.
Ternyata, laga di babak semi final tersebut masih menyisakan persoalan serius bagi pasangan dari negeri tirai bambu itu. Soalnya, pasangan dari negeri ginseng tersebut, Kim So Yeong dan Kong Hee Yong, melakukan protes.
Bahkan, bukan secara pribadi protes itu dilayangkan. Asosiasi Bulutangkis Korea Selatan melayangkan protes resmi kepada Federasi Bulutangkis Dunia.
Bukan soal kekalahan yang diprotes oleh pihak Korea Selatan. Tapi, hal ini terkait dengan etika atau sportivitas seorang atlet dalam bersikap pada pemain lawan.
Ceritanya, pasangan China menyumpahi lawan tandingnya selama pertandingan berlangsung. Chen Qing Chen meneriakkan kata dalam bahasa slang Mandarin, yang bisa diartikan sebagai umpatan yang kasar.
Pasangan Korea yang tahu arti umpatan itu, tentu saja merasa tersinggung. Dilansir dari kompas.com yang juga bersumber dari CNN (4/8/2021), Chen berteriak biasa pada awalnya.
Tapi, kemudian Chen meneriakkan kalimat yang kurang sopan setelah dia dan pasangannya Jia Yi Fan kehilangan satu poin.
Bagaimana akhirnya sanksi yang akan dijatuhkan BWF (Federasi Bulutangkis Dunia) terhadap Chen Qing Chen, kita tunggu saja. Tentu, BWF akan mempelajari terlebih dahulu dari video pertandingan tersebut, sebelum mengambil keputusan.Â
Terlepas dari kasus di atas, bagi pemirsa televisi yang menyaksikan pertandingan bulutangkis, tentu sudah terbiasa melihat tingkah pemain di lapangan.
Lazim sebetulnya, setiap mencetak poin, pemain berteriak dengan keras. Biasanya teriakan itu hanya sekadar "huuuuuu" saja, kata yang boleh dikatakan tanpa arti khusus.Â
Tapi, teriakan itu sangat penting artinya untuk melepaskan ketegangan dan sekaligus untuk membakar semangat sendiri sembari meruntuhkan nyali lawan.
Bukankah sering para komentator di layar kaca mengatakan, faktor mental bertanding ikut menentukan kesuksesan atlet, di samping kualitas permainannya.
Nah, dengan berteriak, atau melakukan gerakan lain yang sejenis itu, merupakan pertanda bahwa mental si pemain lagi on fire.
Jadi, boleh-boleh saja seorang atlet berteriak keras. Hanya perlu diingat agar jangan kebablasan menjadi tindakan yang provokatif. Makanya, wajah jangan diarahkan ke lawan. Apalagi, bila diiringi gestur yang mengejek, ini lebih tidak etis lagi
Pasangan ganda putra Indonesia, Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon, konon kurang disukai lawan karena gayanya yang cenderung provokatif.
Dengan adanya protes dari pemain Korea Selatan terhadap pemain China, Kevin dan Marcus bisa mengambil pelajaran agar di masa datang tidak menuai protes serupa
Ada contoh dari pemain tunggal putri yang tampil di Olimpiade 2020, yang teriakannya kencang, penuh percaya diri, namun tidak terkesan mengejek lawan, yakni Ratchanok Intanon dari Thailand dan Tai Tzu Ying dari Taiwan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI