Dalam setiap pertandingan olahraga, yang menjadi fokus perhatian, tentu saja para pemain yang tampil di lapangan. Tapi, sesekali jangan lupa memperhatikan pihak lain yang kontribusinya juga penting.
Ada pelatih, ada wasit, ada penjaga garis. Bahkan di lapangan bulutangkis juga ada petugas yang mengepel lantai yang basah oleh keringat pemain.
Bayangkan bila mereka tidak ada, pasti pertandingan tidak bakal berlangsung sesuai rencana. Apalagi keberadaan seorang wasit, peranannya sungguh strategis, karena fungsinya sebagai pemimpin pertandingan
Berbicara tentang laga final bulutangkis pada Olimpiade 2020 yang baru-baru ini berlangsung di Tokyo, Jepang, telah sama-sama kita ketahui, Indonesia menempatkan wakilnya pada nomor ganda putri.
Pasangan Greysia Polii dan Apriani Rahayu dengan perjuangannya yang luar biasa, akhirnya berhasil menyabet medali emas bagi Indonesia.
Bagaimana keseruan perjuangan pasangan tersebut telah banyak diulas, begitu juga gegap gempita sambutan meriah semua lapisan masyarakat.
Mulai dari Presiden Joko Widodo hingga emak-emak yang lagi berjemur di gang sempit di depan rumah sangat sederhana, turut bergembira dengan prestasi Greysia-Apriani.
Ucapan selamat dari para politisi yang berbau kampanye terselubung pun bertebaran di media sosial. Intinya semua happy.
Inilah hadiah yang tak ternilai ketika upaya pengendalian pandemi Covid-19 masih belum berhasil secara signifikan.Â
Kebijakan pemerintah dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih berlanjut. Tapi, persembahan medali emas dari ajang sebesar Olimpiade, menjadi hiburan sangat bernilai bagi rakyat Indonesia.
Nah, selain Greysia-Apriani, ada satu lagi putra Indonesia yang tampil di babak final bulutangkis Olimpiade Tokyo.
Tapi, putra bangsa itu bukan sebagai pemain, melainkan sebagai wasit. Tentu bukan pada laga yang diikuti Greysia-Apriani, karena wasit harus dari negara netral.Â
Nama wasit yang mengharumkan nama Indonesia itu adalah Wahyana. Pekerjaan tetapnya adalah seorang guru SMP di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menjadi wasit bulutangkis di level RT-RW mungkin cukup gampang, meski tidak semua orang bisa. Mata harus awas dan yang terpenting mengetahui peraturan pertandingan.
Namun, untuk tampil di final Olimpiade, yang mempertandingkan lima nomor (tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran), hanya 5 wasit terbaik di dunia yang diberi kepercayaan.
Salah satu dari 5 wasit terbaik tersebut adalah Wahyana dan satu-satunya wasit dari Asia yang terpilih oleh pihak yang berwenang di Federasi Bulutangkis Dunia.
Wahyana dipercaya memimpin pertandingan final tunggal putri yang mempertemukan pemain China Chen Yu Fei dan pemain Taiwan Tai Tzu Ying.
Dalam wawancara dengan reporter sebuah stasiun televisi, Wahyana menceritakan perjuangannya merintis karier dari bawah sejak tahun 1998 dalam bidang perwasitan tersebut.
Wahyana setahap demi setahap berhasil mengantongi sertifikat untuk memimpin pertandingan bulutangkis. Mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, nasional, Asia, dan akhirnya tingkat dunia.
Itupun ada tingkatannya, seperti lisensi nasional, ada yang kelas B dan kelas A, hingga level dunia, juga ada kelasnya. Sekarang, Wahyana sudah memperoleh lisensi paling tinggi.
Begitulah, dengan keahliannya, guru SMP berusia 53 tahun itupun berkesempatan menginjakkan kakinya di berbagai belahan dunia.
Ternyata ada banyak jalan untuk berkontribusi mengharumkan nama negara di bidang olahraga. Salah satunya menjadi wasit internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H