Saya pernah berdomisili di beberapa kota. Yang saya maksudkan berdomisili adalah kota yang saya tinggali paling tidak selama 1 tahun. Jika hanya beberapa bulan, apalagi beberapa hari, itu tidak saya hitung.
Nah, kota-kota yang saya maksud adalah Payakumbuh, Padang, Jakarta, Denpasar, dan kembali ke Jakarta hingga saat ini. Semua kota ini, tak satupun yang punya sungai yang lebar.
Saya menganggap jika lebar sungai masih belasan atau puluhan meter, belum disebut luar biasa. Tapi, jika sudah ratusan meter, itulah yang mau saya bahas.
Alhamdulillah, meskipun bukan berdomisili, tapi sekadar berkunjung beberapa hari untuk suatu kota, telah sering saya lakoni, terutama karena penugasan dari kantor.
Saya hitung-hitung, selama lebih kurang 30 tahun saya bertugas di kantor pusat sebuah BUMN yang punya kantor cabang di semua kabupaten, saya telah bepergian ke semua provinsi di Indonesia.
Bahkan, untuk beberapa provinsi, saya juga telah mengunjungi semua kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
Nah, yang saya lihat langsung, sungai yang panjang dan lebarnya tergolong luar biasa menurut saya, adalah sebagai berikut.
Pertama, Sungai Barito yang melewati kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kenapa sungai ini yang saya pasang di urutan pertama?Â
Karena bagi saya sungguh berkesan, saya berkesempatan menjajal naik perahu dan menikmati kawasan pasar terapung saat subuh hingga pagi hari.
Pasar terapung menjadi objek wisata unggulan di Banjarmasin. Di sini, baik penjual maupun pembeli, bertransaksi dari atas perahu masing-masing.
Kedua, Sungai Kapuas yang membelah kota Pontianak, Kalimantan Barat. Saya tidak sempat naik perahu di sini. Tapi, saya mengagumi kawasan wisata waterfront dan taman di alun-alun kota yang menghadap ke Sungai Kapuas itu.
Ketiga, Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur. Saat saya di sana pada tahun 2016, sungai tersebut meluap sehingga beberapa area kota dilanda banjir.Â
Seingat saya ketika itu tidak ada taman di pinggir sungai seperti di Pontianak. Tapi, masjid terbesar di Kalimantan, Masjid Islamic Center, terlihat sangat megah. Masjid ini relatif dekat dari Sungai Mahakam.
Keempat, Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan. Saya ngeri-ngeri sedap naik perahu bermesin yang ngebut dari area di bawah Jembatan Ampera ke Pulau Kemaro.
Pulau ini merupakan delta di Sungai Musi, terletak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Ada pagoda berlantai 9 yang sering dijadikan spot berfoto oleh wisatawan yang ke sana.Â
Jembatan Ampera sendiri hingga sekarang menjadi ikon kota Palembang, yang kalau di waktu malam dilihat dari taman Benteng Kuto Besak, sangat cantik dengan lampu-lampu hiasnya.
Kelima, Sungai Siak di Pekanbaru, Riau. Sungai ini yang paling lama saya jajal karena saya pernah naik speed boat dari Bengkalis ke Pekanbaru selama lebih kurang 5 jam.
Jembatan Siak di tengah kota Pekanbaru yang melintasi Sungai Siak, merupakan jembatan yang megah dengan desain yang modern.
Keenam, Sungai Batanghari, Jambi. Lagi-lagi ada jembatan yang berdesain unik karena melengkung yang melintasi sungai ini. Tak pelak lagi jembatan yang dinamakan Gentala Arasy ini menjadi objek wisata yang terkenal di Jambi.
Sungai-sungai di Kalimantan dan Sumatera menurut saya memang luar biasa. Dulunya sungai-sungai tersebut menjadi jalur lalu lintas utama yang menggerakkan perekonomian setempat.
Dari referensi yang saya baca, sebetulnya di Papua juga ada beberapa sungai yang lebarnya ratusan meter.Â
Namun, meskipun saya sudah tiga kali ke Papua, termasuk provinsi Papua Barat sebagai pemekaran dari Papua, tapi belum sempat melihat langsung sungai Mamberamo, sungai terbesar di Papua.
Dari apa yang saya lihat, sungai-sungai di Kalimantan dan Sumatera di atas, sekarang menjadi urat nadi yang mulai terpinggirkan.
Kehidupan di kota-kota yang dialiri sungai-sungai tersebut sudah beralih ke jalan darat. Sungai hanya dilewati melalui jembatan.
Jika dulu rumah-rumah panggung bergaya tradisional di kota-kota tersebut menghadap ke sungai, sekarang rumah-rumah bercorak modern membelakangi sungai.
Tapi, sisa kejayaan yang menggambarkan bahwa dulu sungai pernah jadi jalan protokol, masih terlihat.
Sambil naik perahu saya melihat ada pom bensin untuk perahu, ada bengkel untuk memperbaiki kapal atau perahu, dan banyak anak sekolah menyetop perahu yang berfungsi sebagai angkot.
Indonesia adalah negara perairan, baik laut maupun sungai. Makanya, kehidupan di area sungai harus semakin dikenal oleh masyarakat.
Meskipun sungai sebagai jalan protokol sudah tidak terlihat, tapi ada kesadaran pemerintah daerah menjadikan sungai sebagai objek wisata unggulan, seperti telah ditulis di atas
Problem terbesar adalah soal kebersihan. Saya tak melihat sungai yang airnya jernih. Rata-rata airnya keruh dengan warna agak kecoklatan.
Jika aspek kebersihan lingkungan makin diperhatikan, selain pariwisatanya berkembang, bukan tidak mungkin nantinya sungai kembali menjadi salah satu jalan protokol.
Sedangkan bagi sungai lainnya yang tidak selebar sungai-sungai di atas, selain problem kebersihan, juga menghadapi penyempitan dan pendangkalan, terutama pada musim kemarau.
Semoga Indonesia memiliki sungai yang jernih airnya dan mengalir lancar seperti di negara maju, bisa terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H