Tak bisa semuanya diperlakukan "sama rata sama rasa", karena kondisi keuangan, beban kehidupan, dan terutama soal niat seseorang untuk bergabung, tidaklah sama.
Syukurlah, setelah itu teman-teman yang menunggak mulai mengirimkan bukti transfer ke rekening bendahara alumni, meskipun juga ada yag tetap cuek bebek.
Kemudian sang ketua masuk lagi ke grup setelah admin mengundang bergabung. Tapi, lagi-lagi sang ketua bikin gebrakan yang membuat saya terhenyak.
Ketua menulis yang intinya dia mengambil kebijakan yang tidak populer, yakni membagi anggota atas dua kelompok, kelompok aktif dan kelompok nonaktif.Â
Yang nonaktif adalah yang belum membayar tunggakan iuran bulanan. Konsekuensinya, jika mereka sakit atau ada anggota keluarganya yang meninggal, tidak akan diberikan bantuan dari grup alumni.
Jujur, saya tidak sependapat dengan kebijakan ketua yang main keras seperti itu. Menurut saya, membantu ya membantu saja. Â Soal utang tunggakan, kembali ke hati nurani masing-masing anggota.
Jika uang kas menipis dan tidak ada donatur yang mau menyumbang, tentu uang duka yang dibagi juga disesuaikan. Yang penting ada tanda duka sebagai wujud silaturahmi antar teman-teman yang dulunya pernah satu sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H