Apakah Anda punya teman yang setiap mendatangi Anda sering mengumbar cerita sedih? Contohnya, tanpa ditanya terlebih dahulu, teman ini langsung nyerocos tentang berbagai penyakit yang dideritanya.
Herannya, meskipun mengaku sakit, teman tersebut masih mampu kelayapan. Buktinya, ia bisa bertandang ke rumah Anda atau ke rumah rekan-rekannya yang lain.Â
Buntut dari cerita sedihnya, si teman minta bantuan sejumlah uang yang katanya untuk membeli obat atau biaya lain yang berkaitan dengan kesehatan.Â
Begitu Anda memberinya sejumlah uang, wajah teman tersebut langsung terlihat cerah. Ia pun buru-baru mohon diri, mungkin mencari "mangsa" berikutnya.
Lain kali, si teman datang lagi. Ceritanya masih sedih dan masih tentang penyakit. Tapi, sekarang yang sakit adalah "giliran" istrinya.
Pada kedatangannya yang kesekian, ceritanya sudah berganti topik. Kali ini tentang anaknya yang bontot yang membutuhkan uang pangkal masuk sekolah.
Kemudian, ketika teman itu datang lagi kebetulan pas musim hujan, maka ceritanya tentang rumahnya yang kemasukan air hingga sedengkul.
Akhirnya Anda tak mau lagi mendengar ceritanya. Begitu ia datang, Anda pura-pura sibuk dan tak punya waktu untuk mendengar cerita sedihnya.Â
Tapi, Anda masih berbaik hati dengan buru-buru memberi teman tersebut uang ala kadarnya. Anda merasa lega, karena tidak membuang waktu untuk mendengar cerita yang sudah Anda tebak ending-nya.
Anda mungkin tidak tega membiarkannya pulang begitu saja tanpa ada sesuatu dari Anda. Paling tidak, selembar uang sekadar ongkos transpor Anda selipkan ke tangannya.
Orang seperti itu biasanya memang "tahan banting". Dan suatu kali Anda mendapat informasi, ternyata teman pengumbar cerita sedih itu secara bergiliran mendatangi rumah kenalannya dengan "modus operandi" yang sama.
Kemudian, saking kesalnya Anda, suatu kali ada yang mengetok pagar dan dari celah yang kecil Anda melihat bahwa yang datang adalah teman yang sering minta bantuan di atas.
Lalu, tanpa ragu Anda sengaja bersikap cuek saja, tidak membukakan pintu. Anda berharap teman itu mengira bahwa rumah lagi kosong.
Seseorang yang punya kebiasaan mengumbar cerita sedih dan baru pamit setelah dapat uang, mungkin ia punya problem mental. Daya juangnya rendah untuk mencari nafkah.
Bisa jadi cerita sedihnya betul terjadi, tidak dibuat-buat. Tapi, bila terlalu sering, orang lain cenderung tidak lagi memercayai.Â
Kalaupun mereka memberi uang, bukan karena percaya dengan cerita itu, namun hanya agar teman tersebut cepat pamit. Mental mencari jalan pintas tanpa berkeringat harusnya bisa dikikis, dengan berjuang semaksimal mungkin.
Adapun bagi kita yang dalam posisi dimintai bantuan, sebetulnya tidak terlalu penting untuk menelusuri apakah cerita sedih seorang teman yang minta bantuan itu, betul adanya atau sekadar ngarang-ngarang saja.
Yang penting, kita bantu saja sesuai yang kita mampu dan lakukan dengan ikhlas. Insya Allah akan mendapat balasan dari Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H