Namun, tetap ada peluang bagi buah lokal yang bermutu baik dan diberi nama yang menarik, contohnya yang bisa diasosiasikan dengan Amerika.
Coba Anda bayangkan, bila Anda menemukan di sebuah pasar swalayan, ada pepaya yang dinamakan "Pepaya Kali Ciliwung". Sangat mungkin Anda tidak tertarik.Â
Tapi, jika pepaya tersebut diberi label "Pepaya California", nah Anda mulai melihat-lihat dulu, dan kemudian boleh jadi akan membelinya. Meskipun harganya sedikit lebih mahal dari pepaya yang lain.
Nah, Pepaya California itu ternyata karya anak bangsa yang laris dan sekaligus mampu menyaingi buah impor. Bukan sekadar namanya yang keren, tapi kualitasnya juga bagus.
Jika sebuah produk dinamai nama yang berbau asing, namun mutunya rendah, tetap saja tidak nendang. Andaipun konsumen penasaran ingin mencoba, cukup sekali saja, dan mereka tidak ingin untuk membeli lagi.
Jadi, tidak cukup sekadar bernama Amerika atau ke-Amerika-Amerika-an. Produknya sendiri harus bagus, berbeda dengan produk kebanyakan.
Tokoh inspiratif di balik kesuksesan Pepaya California adalah seorang ilmuwan dari Pusat Kajian Holtikultural Tropika, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati (tokohinspiratif.id, 5/11/2019).
Pepaya yang sengaja diberi nama Amerika itu merupakan produk asli Indonesia, atau boleh juga disebut Pepaya California van Bogor, yang lahir dari hasil rekayasa genetika.
Sebetulnya, nama awalnya adalah Pepaya Callina, singkatan dari Carica Kelahiran Indonesia. Carica itu nama latin dari pepaya.Â
Tapi, setelah pepaya itu resmi dilepas ke pasaran seperti ke berbagai pasar swalayan, pada 2012, para pedagang lebih suka menyebutnya sebagai pepaya California, yang dinilai lebih menjual.
Akhirnya, merek dagang California pun disematkan pada pepaya lokal tersebut. Awalnya, memang banyak konsumen yang mengira pepaya tersebut adalah pepaya impor.