Jujur, saya tidak menghitung secara akurat, apakah tiga menit atau lima menit, tapi yang ingin saya sampaikan adalah betapa pentingnya apa yang dilakukan seorang penyaji saat mengawali sebuah presentasi.
Jadi, dari penampilan penyaji pada menit-menit awal, sebetulnya sudah bisa ditebak, apakah presentasinya akan sukses, dalam arti mendapat perhatian penuh oleh para partisipan.Â
Atau, presentasinya akan menemui kegagalan, dalam arti para partisipan tidak tertarik mengikutinya. Indikasi kegagalan terlihat bila peserta banyak yang mengantuk, asyik dengan gawainya, atau berbisik-bisik dengan teman di sebelah.
Bahwa cara membuat presentasi dengan tampilan slide demi slide yang memikat, merupakan faktor penting, ini dapat dipahami. Tapi, bila gaya awal si penyaji tidak memikat, tampilan di layar bisa jadi akan sia-sia.Â
Keduanya, bahan presentasi yang bagus dan "aksi panggung" yang juga bagus dari si penyaji, akan saling melengkapi kesuksesan presentasi.Â
Bahkan, seandainya penyaji sangat menguasi materi presentasi, katakanlah ia seorang pakar, tapi gayanya seperti orang loyo, dengan suara yang datar tanpa ekspresi, akan dianggap sebagai sajian pengantar tidur oleh partisipan.
Tulisan ini lebih fokus pada sikap yang perlu dilakukan penyaji, bukan soal bahan presentasi, dan juga bukan soal tampilan slide-nya.
Basa-basi khas Indonesia sebagai salam pembuka, perlu dilakukan secara proporsional. Maksudnya tidak berlebihan dan juga tidak asal-asalan.Â
Dalam acara presentasi yang lebih formal dan dihadiri para pejabat atau tokoh masyarakat, bahkan basa basi bisa jadi salah satu penentu juga.
Tokoh-tokoh penting harus diucapkan namanya satu persatu dengan terlebih dahulu menggunakan kata-kata: "yang terhormat bapak...., atau yang terhormat ibu.....". Jangan lupa mengucapkan jabatannya.
Setelah itu baru masuk ke materi, itupun di bagian awal harus mampu mencuri perhatian dengan tidak langsung mengumbar berbagai definisi ilmiah.
Lebih bagus mengangkat topik yang lagi ramai dibicarakan di media massa, baru nanti digiring perlahan-lahan ke materi presentasi.
Atau, bisa pula dengan menggunakan taktik story telling, misalnya dengan mengisahkan kejadian yang dialami si penyaji atau yang dialami kerabatnya, yang dikira-kira menarik sebagai pembuka.
Semua itu harus disampaikan dengan rasa percaya diri yang tinggi, tapi jangan overconfidence, yang bisa dinilai sombong. Salah satu indikasi rasa percaya diri adalah dengan menebar pandangan mata menatap semua partisipan.Â
Sorot mata harus menyapu semua hadirin secara merata, dari bagian kanan ke tengah, ke kiri, balik lagi ke tengah dan ke kanan. Juga tatap peserta yang duduk di bagian depan, tengah, dan belakang.
Sesekali boleh saja melihat layar, tapi jangan sampai memunggungi partisipan. Jadi, posisi layar dan posisi si penyaji berdiri harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketika menatap layar, si penyaji hanya menyamping, bukan memunggungi partisipan.
Ada pula istilah eye contact, atau kontak mata, yang juga perlu dilakukan penyaji. Tapi, pastikan eye contact bukan dengan sorot mata melotot (ntar dikira nantang).
Jangan pula melakukan eye contact dengan sorot mata penuh hasrat, bila yang ditatap adalah cewek cantik, apalagi cewek seksi. Hati-hati, melihat cewek cantik cukup 1 hingga 2 detik saja.Â
Ingat, sorot mata ini harus adil, caranya seperti itu tadi, sapuan mata berganti-ganti arah, kanan, kiri, tengah, depan dan belakang.
Jika penyaji dilanda kegugupan bila menatap mata partisipan, mungkin karena partisipannya banyak yang senior, boleh saja tidak melihat matanya, tapi pandanglah jidatnya atau rambutnya.
Bila banyak yang kelihatan mengantuk, sebaiknya berikan ice breaking dulu. Contohnya dengan menayangkan video yang menarik, atau kalau punya materi, dengan melontarkan lelucon yang baik (bukan lelucon porno, bukan pula mengandung unsur SARA).
Atau, bila sudah satnya untuk coffe break, tentu presentasi harus dihentikan untuk sementara, untuk disambung lagi sekitar 15 menit kemudian.
Setelah kondisi kembali kondusif, baru balik ke materi. Pada bagian penutup, jangan lupa untuk memberikan kesimpulan, serta mempersilakan partisipan untuk bertanya atau berkomentar.
Demikian saja, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H