Lebih bagus mengangkat topik yang lagi ramai dibicarakan di media massa, baru nanti digiring perlahan-lahan ke materi presentasi.
Atau, bisa pula dengan menggunakan taktik story telling, misalnya dengan mengisahkan kejadian yang dialami si penyaji atau yang dialami kerabatnya, yang dikira-kira menarik sebagai pembuka.
Semua itu harus disampaikan dengan rasa percaya diri yang tinggi, tapi jangan overconfidence, yang bisa dinilai sombong. Salah satu indikasi rasa percaya diri adalah dengan menebar pandangan mata menatap semua partisipan.Â
Sorot mata harus menyapu semua hadirin secara merata, dari bagian kanan ke tengah, ke kiri, balik lagi ke tengah dan ke kanan. Juga tatap peserta yang duduk di bagian depan, tengah, dan belakang.
Sesekali boleh saja melihat layar, tapi jangan sampai memunggungi partisipan. Jadi, posisi layar dan posisi si penyaji berdiri harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketika menatap layar, si penyaji hanya menyamping, bukan memunggungi partisipan.
Ada pula istilah eye contact, atau kontak mata, yang juga perlu dilakukan penyaji. Tapi, pastikan eye contact bukan dengan sorot mata melotot (ntar dikira nantang).
Jangan pula melakukan eye contact dengan sorot mata penuh hasrat, bila yang ditatap adalah cewek cantik, apalagi cewek seksi. Hati-hati, melihat cewek cantik cukup 1 hingga 2 detik saja.Â
Ingat, sorot mata ini harus adil, caranya seperti itu tadi, sapuan mata berganti-ganti arah, kanan, kiri, tengah, depan dan belakang.
Jika penyaji dilanda kegugupan bila menatap mata partisipan, mungkin karena partisipannya banyak yang senior, boleh saja tidak melihat matanya, tapi pandanglah jidatnya atau rambutnya.
Bila banyak yang kelihatan mengantuk, sebaiknya berikan ice breaking dulu. Contohnya dengan menayangkan video yang menarik, atau kalau punya materi, dengan melontarkan lelucon yang baik (bukan lelucon porno, bukan pula mengandung unsur SARA).
Atau, bila sudah satnya untuk coffe break, tentu presentasi harus dihentikan untuk sementara, untuk disambung lagi sekitar 15 menit kemudian.