Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

"Pak, di Ruangan Kerja Saya dari 22 Orang, 8 yang Belum Kena (Covid)"

15 Juli 2021   10:10 Diperbarui: 19 Juli 2021   10:32 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) merupakan kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka pembatasan sosial untuk menekan risiko penularan Covid-19.

Yang sekarang berlaku di Jawa dan Bali serta kemudian juga diikuti oleh beberapa kota diluar Jawa dan Bali, disebut dengan PPKM Darurat, di mana pembatasannya menjadi lebih ketat ketimbang PPKM periode sebelumnya.

Banyak kantor-kantor yang ditutup dan semua karyawannya bekerja dari rumah. Tapi, ada kantor yang masih diperkenankan dibuka, yakni yang masuk kategori sektor esensial dan sektor kritikal.

Bagi yang belum tahu apa itu sektor esensial dan sektor kritikal, silakan mencari di berita daring yang bertebaran. 

Saya hanya beri contoh saja, yang esensial itu antara lain yang bergerak di bidang keuangan. Sedangkan contoh yang kritikal adalah yang di bidang kesehatan dan keamanan.

Saya, meskipun tidak tiap hari, dalam masa PPKM Darurat ini tetap masuk kantor, karena  bekerja di kantor yang termasuk sektor esensial.

Tapi, karena lokasi kantor saya berada di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, pulang pergi dari rumah saya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tidak mengalami masalah. 

Satu-satunya hambatan kecil adalah sewaktu berangkat kerja. Biasanya, setelah melewati Stasiun Gambir, saya belok kiri. Sekarang ada penyekatan, sehingga terpaksa lurus dulu ke Masjid Istiqlal, baru belok kiri.

Karena jalanan lebih lancar dan perubahan rute juga tidak jauh, membuat saya merasa tidak ada masalah. Apalagi pas pulangnya, saya bisa melewati jalur biasa.

Nah, pada Rabu (14/7/2021), saya ada perlu ke kantor yang juga termasuk esensial, tapi lokasinya di Jalan Sudirman, yang merupakan jalan protokol atau bisa juga disebut sebagai "jantungnya" Jakarta.

Saya memilih naik taksi dengan melewati Jalan Casablanca. Salahnya saya, sewaktu mendekati Jalan Sudirman sopir sudah berbelok ke jalan kecil, tapi saya minta lurus saja, nanti belok kiri di ujung jalan yang merupakan perempatan.

Ternyata ada penyekatan dan menyulitkan sopir untuk memundurkan kendaraan. Tak ada jalan lain, saya turun di sana untuk berjalan kaki.

Saya ambil hikmahnya, anggap saja sebagai olahraga sambil berjemur. Toh, gedung yang dituju hanya beberapa ratus meter lagi, sama dengan jarak dari satu halte busway ke halte berikutnya.

Baru saja saya melangkah, dekat gerbang stasiun MRT, dua orang petugas menghentikan langkah saya, menanyakan surat. Saya kaget dan gelagapan karena tidak punya surat yang diminta.

Untunglah, setelah saya mengatakan mau ke sana sambil menunjuk gedung di seberang jalan, dibolehkan salah seorang petugas. Ternyata tadinya saya dikira mau masuk stasiun MRT. 

Saya pernah membaca berita, penumpang kereta api komuter, termasuk MRT, hanya bagi mereka yang punya surat tugas dari pimpinan atau Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP).

Jalan raya yang sangat lebar, begitu juga trotoarnya, terlihat sagat sepi. Sesekali iring-iringan mobil, dugaan saya mobil pejabat pemerintah, berlari kencang. Saya dihinggapi perasaan ngeri seperti melihat sesuatu yang menyeramkan.

Yang membuat saya seram bukan soal sepinya. Soalnya, saya sering juga menikmati kenyamanan jalan protokol ibu kota yang sangat sepi di saat lebaran. Tapi, itu sepi yang nikmat.

Sekarang, sepinya sama seperti saat lebaran, tapi kok saya merasa seram, apa karena di titik-titik tertentu ada polisi?

Di gedung-gedung juga serem, beberapa orang polisi berdiri di gerbangnya. Eh, saya tidak tahu pasti, bisa polisi, bisa juga satpam. Soalnya seragam satpam sekarang mirip seragam polisi.

Akhirnya, saya sampai juga di ruang tunggu kantor yang saya tuju. Begitu muncul seorang officer yang sudah bikin janji bertemu saya, ia langsung menyapa: "Bapak sehat-sehat saja kan? Sekarang kita harus sangat hati-hati, ya pak".

Cerita si officer masih berlanjut dengan mengatakan: "Pak, di ruangan kerja saya, dari 22 orang, 8 yang belum kena. Sebagian sudah sembuh. Saya alhamdulillah tidak kena, semoga begitu seterusnya".

Bahkan, direktur saja, lanjut si officer, ada 6 orang yang kena, meskipun ada yang sudah sembuh. Setahu saya di perusahaan itu, ada 12 orang direktur dan 6 orang senior executive vice president (SEVP) yang disetarakan dengan direktur.

Setelah urusan saya selesai, saya ingin buru-buru pulang. Masalahnya, di halaman gedung tempat biasa beberapa taksi berwarna biru mangkal, kali ini kosong. 

Akhirnya saya keluar gedung dan menunggu taksi yang lewat di halte bus. Sekitar 10 menit menunggu, baru dapat taksi. Tapi saya kurang nyaman, sopir taksinya mengajak ngobrol terus.

Bukan saya tidak senang ngobrol, tapi dalam  masa pandemi ini, lebih baik diam atau bicara seperlunya, agar lebih aman dari penularan. Saya juga sering menggunakan hand sanitizer sebagai upaya pencegahan terkena virus.

Lega begitu saya sampai di rumah. Namun, sorenya saya terbelalak lagi dan tidak bisa menyembunyikan rasa ngeri. Rekor baru kasus harian Covid-19, sebanyak 54.517 kasus, kata penyiar televisi.

Dugaan saya bahwa setelah 10 hari PPKM Darurat berlangsung, jumlah kasus mulai turun, ternyata yang terjadi kebalikannya. Sekarang bahkan semakin nyaring terdengar bahwa PPKM Darurat akan diperpanjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun