Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Ketika Harmoko Melarang Pemutaran Lagu-Lagu Cengeng

9 Juli 2021   10:27 Diperbarui: 9 Juli 2021   10:32 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak ingat kapan persisnya, tapi pada suatu hari di tahun 1988, wajah Menteri Penerangan Harmoko pernah muncul dalam karikatur Harian Kompas, karya karikaturis senior, GM Sudarta.

Harmoko digambarkan sambil menangis terisak mengucapkan "Stop Lagu Cengeng". Saya tertawa melihat gambar itu, dan memang salah satu ciri khas karikatur adalah aspek kelucuannya, di samping nilai kritik sosialnya.

Begitu saya mencari referensi dengan berselancar di dunia maya, ternyata saya tidak menemukan informasi apa-apa tentang karikatur tersebut.

Tapi, saya berhasil menemukan foto yang juga saya pasang di bagian bawah tulisan ini, berisi judul headline Harian Kompas, Kamis (25/8/1988). Judul headline tersebut adalah: "Menpen Harmoko: Stop Lagu Cengeng di TVRI".

Ingat, ketika itu TVRI masih menjadi stasiun televisi satu-satunya di Indonesia, karena RCTI yang menjadi stasiun televisi swasta pertama, baru lahir pada tahun 1989.

Sebagai Menteri Penerangan, TVRI berada di bawah kendali Harmoko. Jadi, bisa dibayangkan, tentu TVRI tak mungkin membangkang.

Padahal, ketika itu, lagi "Hati yang Luka" ciptaan Obbie Messakh dan dinyanyikan oleh Betharia Sonata, sangat disukai masyarakat. Di mana-mana terdengar lagu tersebut mengalun dari radio atau tape recoder, termasuk juga di layar kaca.

Memangnya seberapa cengeng sih lagu itu? Mari kita simak lirik "Hati yang Luka" berikut ini.

Berulang kali aku mencoba selalu untuk mengalah

Demi keutuhan kita berdua walau kadang sakit

Lihatah tanda merah di pipi bekas gambar tanganmu

Sering kau lakukan bila kau marah menutupi salahmu

Samakah aku bagai burung di sana yang dijual orang

Hingga sesukamu kau lakukan itu, kau sakiti aku

Kalaulah memang kita berpisah, itu bukan suratan

Mungkin ini lebih baik agar kau puas membagi cinta

Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku

Dulu segenggam emas kau pinang aku

Dulu bersumpah janji di depan saksi

Namun semua hilanglah sudah ditelan dusta

Namun semua tinggal cerita hati yang luka

Betulkah lirik tersebut cengeng? Cengeng atau tidak, tentu tergantung penafsiran si pendengar lagu itu. Artinya, ini berbau subjektif.

Sebetulnya, lagu tersebut berkisah tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dan sampai sekarang, kisah sejenis, faktanya masih saja terjadi.

Tapi, jika ada yang menilai lirik lagu tersebut berlebihan atau lebay menurut remaja sekarang, sah-sah saja. Harmoko menilai lagu tersebut bisa menghambat laju pembangunan nasional karena menurunkan semangat kerja masyarakat.

Saya sendiri, bisa menikmati lagu "Hati yang Luka" sambil tetap bekerja, karena saya tidak terbuai dengan lirik dan suara nyanyian yang meratap-ratap seperti itu.

Menurut saya, ini masalah tren musik saja. Pada dekade 1970-an, lagu pop Indonesia dikuasai oleh grup band cowok, seperti Koes Plus, Bimbo, The Mercy's, Panbers, D'Lloyd, Favorite's Group, dan The Rollies. 

Nah, pada dekade setelah itu, giliran penyanyi-penyanyi solo cewek yang menjadi tren dan menguasai blantika musik tanah air.

Dan satu nama yang sangat berpengaruh di balik tren baru itu, adalah salah satu personil The Mercy's, Rinto Harahap. Obbie Messakh dan Pance Pondaag menjadi pengikut aliran Rinto.

Rinto bisa dinilai sebagai pelopor lagu-lagu sendu (lebih pas disebut sendu ketimbang cengeng) yang diciptakannya dan dibawakan sejumlah penyanyi wanita cantik orbitannya.

Dok. kompas.tv
Dok. kompas.tv
Siapa saja penyanyi yang diorbitkan Rinto? Terlalu banyak untuk ditulis. Tapi, yang saya ingat secara spontan adalah Iis Sugianto, Diana Nasution, Maya Rumantir, Betharia Sonata, Dian Pisesha, Nia Daniati, Christine Panjaitan, dan sebagainya.

Ada juga penyanyi cowok yang dipercaya Rinto membawakan lagu-lagu ciptaannya, yakni Eddy Silitonga. Namun, citra Rinto setelah The Mercys  bubar identik dengan lagu sendu dan wanita cantik.

Kalau saja sekarang lagu-lagu cengeng kembali berjaya, rasanya tidak bakal ada pejabat yang melarang seperti Harmoko. Atmosfer politik sudah berbeda setelah Orde Baru tumbang.

Itulah sekelumit catatan yang saya ingat tentang Harmoko, setelah berita berpulangnya beliau ke alam baka, Minggu (4/7/2021) yang lalu banyak diberitakan media massa.

Terlepas dari kontroversi pelarangan lagu cengeng, menurut saya, Harmoko adalah sosok yang banyak berjasa, terutama di bidang komunikasi dan informasi. 

Makanya, wajar bila jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun