Tak ada orang yang bisa menghindar dari pajak. Dalam kata sambutannya pada sebuah acara sosialisasi perpajakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengibaratkan pembayaran pajak bak kematian yang tak dapat dihindari.
Ada banyak jenis pajak yang berlaku di Indonesia. Bisa jadi seseorang tidak terkena pajak penghasilan karena penghasilannya masih di bawah batas mininal yang dikenakan pajak.
Namun, untuk jenis pajak lainnya, sering tanpa disadari seseorang telah terkena  pajak. Contohnya sewaktu berbelanja, ada yang namanya pajak pertambahan nilai yang dibebankan pada pihak pembeli.
Tulisan berikut ini lebih terfokus membahas pajak penghasilan berkaitan dengan berita adanya rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak bagi kelompok orang tajir, atau mereka yang penghasilannya jauh di atas rata-rata masyarakat banyak.
Rencana pemerintah tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja membahas Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) bersama Komisi XI DPR RI, Senin (28/6/2021).
Seperti yang ditulis Kompas.com (28/6/2021), orang superkaya dengan penghasilan di atas Rp 5 miliar akan mengalami kenaikan tarif pajak sebesar 35 persen.
Dilihat dari sisi keadilan pajak, persentase tarif yang lebih besar terhadap orang tajir, tentu dapat dipahami. Dengan catatan, dari pajak yang dikumpulkan pemerintah, nantinya lebih banyak disalurkan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah.
Masalahnya bukan kepada besaran tarif pajak, tapi lebih kepada kepatuhan wajib pajak untuk membayar secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Meskipun belum didukung data kuantitatif, jika melihat berita di media massa, justu yang ngemplang utang pajak kebanyakan dari kelompok orang tajir atau dari perusahaan kelas menengah ke atas.
Ironisnya, niat curang wajib pajak di atas semakin klop dengan adanya oknum aparat perpajakan yang mau diajak "main mata". Tentu, si oknum akan mendapat bagian, hanya saja tidak akan sebesar jumlah utang pajak yang seharusnya dibayar si orang tajir.
Mereka yang bermain mata itu tetap membayar pajak ke kas negara, tapi dengan dasar laporan penghasilan yang telah diturunkan, menjadi jauh lebih kecil dari penghasilan sesungguhnya.