Tanggal 1 Juli diperingati sebagai Hari Bhayangkara atau Hari Kepolisian Republik Indonesia. Bhayangkara diambil dari nama pasukan elite pada zaman Kerajaan Majapahit di abad ke-14. Pasukan tersebut pernah dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada.
Istilah Bhayangkara pada akhirnya melekat pada institusi Polri seiring berlakunya Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno (tirto.id, 1/7/2020).
Penetapan Pemerintah tersebut berlaku terhitung tanggal 1 Juli 1946. Mengacu pada hal ini, maka Hari Bhayangkara diperingati pada setiap tanggal 1 Juli.
Selama 75 tahun kiprah Polri, tentu telah banyak kemajuan yang dicapai. Tak usah jauh-jauh, yang dirasakan langsung oleh masyarakat, pelayanan pengurusan surat-surat kendaraan, semakin mudah dan cepat dengan biaya yang jelas sesuai aturan.
Kapolri saat ini, Listyo Sigit Prabowo, menggagas konsep kepolisian yang "Presisi". Tentu hal ini yang sekarang dicoba untuk diwujudkan oleh seluruh jajaran Polri, dari level atas hingga bawah, dan di segenap penjuru tanah air.
Presisi itu sendiri merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Listyo tak ingin penegakan hukum yang pilih kasih, tajam ke bawah dan tumpul ke atas.Â
Dengan konsep Presisi, wajar masyarakat punya ekspektasi yang tinggi agar kemajuan di institusi kepolisian akan semakin meningkat lagi.Â
Masalahnya, dengan personil yang demikian banyak dan tersebar, bagaimana  semuanya mampu sejalan seirama dengan kebijakan dari atas, bukan soal mudah.
Citra kepolisian yang mulai membaik, akan ikut tercoreng bila ada tindakan oknum yang di luar garis. Sebagai contoh, baru-baru ini terjadi peristiwa yang membuat kita miris, justru beberapa hari sebelum peringatan Hari Bhayangkara.
Seperti diberitakan Kompas (25/6/2021), Brigadir Satu NI, anggota Kepolisian Sektor Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara, diduga memerkosa anak berusia 16 tahun di kantor Polsek tersebut.
Dugaan pemerkosaan itu terjadi pada Senin (14/6/2021) dan kasusnya terungkap karena keluarga korban melaporkan kejadian itu ke Kepolisian Daerah Maluku Utara.
Ironis, kantor polisi yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi masyarakat berlindung, malah dimanfaatkan oknum polisi untuk berbuat keji.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/6/2021), menyampaikan permohonan maaf Polri kepada seluruh rakyat Indonesia atas perbuatan keji dan biadab NI.
Ferdy menegaskan, Polri memproses pemecatan NI dan akan mengenakan pasal pidana seberat-beratnya dalam penyidikan di Polda Maluku Utara yang didampingi Bareskrim Polri.
Betapa geramnya kita membaca kisah di atas. Seseorang yang seharusnya punya kuasa untuk melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, justru "menaklukkan" warganya sendiri, tulis Tajuk Rencana harian Kompas, 26 Juni 2021 terkait kasus pemerkosaan anak tersebut.
Ketegasan yang dinyatakan kepolisian untuk memecat si oknum, pantas diapresiasi. Hal itu diharapkan akan mendatangkan efek jera kepada personil kepolisian lainnya.
Tapi, bagaimanapun juga, proses hukum bagi si oknum, dan juga pendampingan untuk merehabilitasi mental korban, tetap perlu dikawal oleh masyarakat.Â
Paling tidak, kalangan pers agar memantau dan memberitakannya, sehingga masyarakat bisa mengikuti perkembangan penanganan kasusnya.
Masalahnya, berita dari belahan timur Indonesia adakalanya tidak bergaung ke pusat pemerintahan di Jakarta. Kasus oknum NI saja, tak banyak mendapat tempat di media massa nasional.
Di lain pihak, kisah inspiratif dari anggota Polri dalam melakukan pelayanan atau dalam melakukan tugas kemanusiaan, juga perlu disebarluaskan, agar masyarakat juga tahu bahwa banyak polisi yang baik.
Contohnya yang belum lama viral adalah sosok polisi penyabar, pemaaf dan santun, Briptu Febio Marcelino Sibuea, sewaktu dimaki-maki oleh seorang penumpang mobil pribadi berpelat B (Jakarta) yang mengarah ke Sukabumi tapi diminta putar balik.
Waktu itu beberapa hari setelah idulfitri dan ada penyekatan yang membuat warga dari luar Sukabumi tidak bisa berwisata ke sana.
Ada pula anggota polisi yang menjadi relawan pemakaman jenazah pengidap Covid-19 di Yogyakarta, Aiptu Sri Mulyono. Polisi ini akhirnya juga terkena  Covid-19 dan meninggal dunia 20 September 2020 lalu (tribunnews.com, 24/9/2020).
Kita berharap akan semakin banyak sosok polisi inspiratif dan semakin berkurang, kalau bisa tidak ada sama sekali, oknum polisi yang melakukan perbuatan tidak terpuji.
Dulu, anak-anak sering ditakut-takuti orang tua, bila anak-anaknya nakal akan ditangkap polisi. Sekarang polisi menjadi sahabat semua golongan, dari anak-anak hingga yang lanjut usia.
Selamat Hari Bhayangkara yang ke-75. Semoga Polri semakin berjaya dan selalu mendapat tempat di hati masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H