Dulu, di kawasan Mampang tersebut terkenal sebagai tempat orang Betawi menjalankan usaha ternak sapi perah. Masalahnya, yang mampu bertahan sampai generasi ketiga, sangat sedikit.
Dari sekitar 20 keluarga yang dulu memelihara sapi perah, sekarang tinggal empat keluarga saja, termasuk Rifqi. Sedangkan yang lain tergoda berganti usaha yang lebih bernuansa kota, seperti membangun rumah kontrakan.
Sebagai anak muda zaman sekarang, Rifqi mengelola peternakannya dengan lebih memperhatikan aspek kebersihan. Rifqi juga sering berkonsultasi dengan dokter hewan bila ada sapi yang sakit.
Usaha sapi perah bukan satu-satunya yang digeluti Rifqi. Ia melakukan diversifikasi usaha, tapi semuanya masih berkaitan dengan sapi, yakni pembibitan sapi dan usaha sapi potong.Â
Bahkan, sapi potong yang dijual Rifqi, menjadi pilihan sebagai hewan kurban di Hari Raya Idul Adha oleh orang nomor satu di republik ini, Presiden Joko Widodo, pada tahun lalu.
Selain itu, Rifqi juga punya usaha pembuatan tahu. Apa keterkaitannya dengan usaha peternakan sapi? Ternyata ampas tahu merupakan pakan sapi, selain rumput gajah.
Dari sekian banyak usaha tersebut, bisnis sapi perah tetap yang paling dominan karena penjualan rata-rata per hari sebanyak 600 liter susu sapi. Sebagian di antaranya dibeli oleh pengelola restoran.
Tentu bisa dibayangkan, penghasilan Rifqi dari berbagai usaha di atas, lumayan besar. Apalagi, usaha tersebut juga menampung sejumlah tenaga kerja.
Tak heran, Rifqi mengaku tak pernah sedetik pun terpikir untuk mengakhiri usaha peternakan tersebut dan beralih jadi orang kantoran, seperti yang dilakukan banyak sarjana.
Inilah pelajaran yang dapat dipetik, terutama bagi mereka yang sudah lulus kuliah, tapi masih berburu pekerjaan, khususnya pekerjaan sebagai orang kantoran.
Tak usah gengsi menjadi petani atau peternak. Toh, petani sekarang bisa juga berpenampilan bersih, tidak kumal seperti petani zaman dahulu.