Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Warung Gerobak Pinggir Jalan, Modal Amblas Sehabis Lebaran

19 Juni 2021   08:10 Diperbarui: 19 Juni 2021   21:52 4631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya sepelemparan batu dari rumah saya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, seorang pedagang kecil mangkal di sana. Tempat berdagangnya berupa kotak yang ada roda di bawahnya, saya sebut saja warung gerobak.

Meski bergerobak, Didi, demikian nama si pedagang, selalu mangkal di pinggir jalan, di ujung jalan kecil yang melewati rumah saya. Kalau Didi tidak di warung, istrinya yang bertugas menggantikan.

Didi sudah punya beberapa pelanggan tetap yang membeli rokok, roti atau air mineral di warungnya. Mereka kebanyakan karyawan yang bekerja di sekitar warung Didi. Kebetulan, di Tebet relatif banyak rumah yang diam-diam disewakan sebagai kantor.

Kenapa saya sebut diam-diam? Karena tidak ada papan nama perusahaan, tapi ada satpam di depan rumah dan sejumlah pegawai berbaju seragam yang masuk pagi hari dan pulang sore atau malam hari.

Memang, secara ketentuan, tak boleh ada aktivitas komersial seperti kantor perusahaan swasta yang mengontrak rumah di kawasan pemukiman.

Selain itu, Didi juga menyediakan minuman sasetan seperti kopi instan. Pengendara motor yang lewat sering juga singgah di warung Didi menikmati kopi instan.

Didi menyediakan beberapa bangku plastik tanpa senderan dan air hangat dalam termos untuk menyeduh kopi, bagi pelanggan yang minum di tempat.

Nah, ceritanya, kotak gerobak milik Didi, sejak seminggu sebelum lebaran yang lalu hingga hari ini teronggok begitu saja, menempel ke pagar sebuah rumah. Kotak itu dalam keadaan tertutup dan terkunci.

Dugaan saya Didi sudah minta izin kepada pemilik rumah, karena gerobaknya sedikit banyak "merusak" pemandangan rumah tersebut. 

Tapi, kalau Didi lagi berdagang, pemilik rumah juga terbantu, karena Didi secara tidak langsung ikut menjaga rumah besar di belakang tempat mangkalnya itu. 

Tadinya saya pikir Didi masih belum kembali dari mudik ke Cirebon dalam rangka lebaran di kampungnya. Tapi, sudah dua kali salat Jumat, saya melihat Didi. Dengan Jumat kali ini (18/6/2021), berarti sudah Jumat ketiga.

Ternyata, ketika saya mau pulang selesai salat Jumat, di gerbang masjid Didi sudah menunggu saya. Saya sudah bisa membaca gelagatnya, mungkin mirip dengan sehabis lebaran tahun sebelumnya.

Ketika itu saya bertanya, kenapa ia masih belum membuka warung? Ia menjawab karena uangnya untuk belanja barang yang mau dijual sudah habis saat mudik.

Katanya, ibunya di kampung lagi sakit dan membutuhkan uang untuk berobat. Maka, uang modal warung pun terpakai untuk keperluan lain.

Kemudian Didi bertanya dengan berbisik kepada saya, apakah saya bisa membantu meminjamkan sejumlah uang? Saya ajak Didi ke rumah saya, karena di dompet saya hanya ada uang receh.

Nah, itu peristiwa tahun lalu. Sekarang, apa yang mau diceritakan Didi? Saya udah siap mendengar. Ternyata tepat dugaan saya, tentang kehabisan modal, meskipun ia tak menjelaskan kenapa bisa habis.

Karena saya sudah menduga permintaan Didi, maka saya juga sudah menyiapkan jawaban untuknya. 

Pertama, saya mengatakan sudah mengikhlaskan utangnya tahun lalu, sehingga tak usah dikembalikan.

Kedua, saya menjelaskan berniat membantunya, tapi dengan dana yang jauh lebih kecil dari jumlah yang saya berikan tahun lalu.

Alhamdulillah, saya melihat ekspresi rasa senang di wajah Didi. Semoga usahanya kembali dibuka dan berjalan dengan lancar.

Hanya saja, dalam hati saya merenung, barangkali cukup banyak pedagang kecil seperti Didi, yang ketika mudik lebaran menghabiskan seluruh modal usahanya.

Sebaiknya, pelaku usaha seperti itu, disiplin menyisihkan beberapa ribu rupiah setiap hari, yang bisa diambil dari hasil penjualan.

Uang tersebut disimpan di suatu tempat dan jangan tergoda untuk memakainya, selain untuk menjadi modal awal lagi sehabis mudik lebaran tahun mendatang.

Terkadang saya melihat bukan soal tak ada uang yang jadi masalah. Namun, cara menggunakannya yang kurang pas. Ketika ada uang, gampang saja dipakai buat keperluan pribadi yang bukan kebutuhan pokok. 

Padahal, ada biaya yang akan dikeluarkan yang sifatnya tahunan seperti biaya pembelian barang sehabis mudik lebaran, biaya sewa kios, dan sebagainya.

Artinya, pelaku usaha mikro jangan berpikir untuk hari ini saja. Minimal, harus punya perencanaan untuk setahun ke depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun