Ternyata, ketika saya mau pulang selesai salat Jumat, di gerbang masjid Didi sudah menunggu saya. Saya sudah bisa membaca gelagatnya, mungkin mirip dengan sehabis lebaran tahun sebelumnya.
Ketika itu saya bertanya, kenapa ia masih belum membuka warung? Ia menjawab karena uangnya untuk belanja barang yang mau dijual sudah habis saat mudik.
Katanya, ibunya di kampung lagi sakit dan membutuhkan uang untuk berobat. Maka, uang modal warung pun terpakai untuk keperluan lain.
Kemudian Didi bertanya dengan berbisik kepada saya, apakah saya bisa membantu meminjamkan sejumlah uang? Saya ajak Didi ke rumah saya, karena di dompet saya hanya ada uang receh.
Nah, itu peristiwa tahun lalu. Sekarang, apa yang mau diceritakan Didi? Saya udah siap mendengar. Ternyata tepat dugaan saya, tentang kehabisan modal, meskipun ia tak menjelaskan kenapa bisa habis.
Karena saya sudah menduga permintaan Didi, maka saya juga sudah menyiapkan jawaban untuknya.Â
Pertama, saya mengatakan sudah mengikhlaskan utangnya tahun lalu, sehingga tak usah dikembalikan.
Kedua, saya menjelaskan berniat membantunya, tapi dengan dana yang jauh lebih kecil dari jumlah yang saya berikan tahun lalu.
Alhamdulillah, saya melihat ekspresi rasa senang di wajah Didi. Semoga usahanya kembali dibuka dan berjalan dengan lancar.
Hanya saja, dalam hati saya merenung, barangkali cukup banyak pedagang kecil seperti Didi, yang ketika mudik lebaran menghabiskan seluruh modal usahanya.
Sebaiknya, pelaku usaha seperti itu, disiplin menyisihkan beberapa ribu rupiah setiap hari, yang bisa diambil dari hasil penjualan.