Jabatan tinggi tentu menjadi dambaan banyak orang, khususnya bagi mereka yang berkarier di perkantoran, baik di instansi pemerintah, maupun di perusahaan swasta.
Tapi, jangan mengira semuanya akan enak-enak saja. Jabatan tinggi juga menuntut gaya hidup yang berbeda, yang jika tidak cepat beradaptasi, bisa jadi bumerang.
Memang, kalau dilihat dari pekerjaan, sepertinya enak. Semua dokumen sudah disiapkan anak buah, pejabat tinggal tanda tangan saja. Namun, justru karena tanda tangan itu, pertanggungjawabannya menjadi berat, bila ada apa-apa nantinya.
Kelihatannya nyaman, banyak tamu yang datang, sering menjamu atau dijamu rekan bisnis, makan-makannya di hotel mewah atau di tempat kelas atas lainnya. Tapi, itu awal dari datangnya penyakit.
Tak heran, postur tubuh pejabat cepat sekali melar. Dan ini dia, berbagai penyakit pun diam-diam sudah mengancam. Berawal dari tekanan darah yang tinggi atau kolesterol yang lelewat batas, bisa berujung pada stroke atau mengidap sakit jantung.
Terlalu sering makan yang enak-anak juga secara diam-diam bisa menyebabkan diabetes. Ketika penyakit ini sudah pada tingkat parah dan bisa melebar ke sakit lainnya, barulah penderitanya menyadari.Â
Maka, untuk pencegahan datangnya berbagai penyakit tersebut, pejabat juga perlu rajin berolahraga. Jenis olahraga yang paling sering dilakukan mereka adalah bermain golf.Â
Selain itu, jika tidak sempat bermain golf karena jumlah lapangan yang terbatas, bermain tenis menjadi pilihan berikutnya. Ada juga yang berani bermain bola atau futsal, yang sebetulnya lebih menuntut kekuatan fisik yang prima.
Berolahraga itu sendiri tentu bagus-bagus saja. Tapi, jika gaya hidup, pola makan, dan pola istrirahat tidak berubah, bahaya terhadap tubuh tetap mengintai, bahkan bisa mengancam nyawa.
Masalahnya, menerapkan pola hidup sehat, bukan hal yang gampang bagi banyak pejabat. Apalagi bila sesama pejabat lagi berkumpul, karena ada rapat koordinasi, seminar, pelatihan, dan sebagainya.
Biasanya, bila acara pertemuan tersebut berlangsung selama lima hari kerja, maka pada hari penutupan (biasanya pada Jumat sore), mereka akan mencari hiburan.
Dugem di klub malam atau sekadar berkaraoke, menjadi hal yang biasa, dan itu bisa berlangsung hingga jam 1 malam. Padahal, pagi besoknya mereka sudah mem-booking tempat untuk bermain golf.
Jika tempat main golf lumayan jauh dari rumah atau dari hotel tempat menginap, subuh-subuh mereka sudah harus berangkat.Â
Nah, inilah hal yang sangat riskan. Nasehat dokter mengatakan, jangan berolahraga dalam keadaan kurang tidur. Kurang tidur itu obatnya cuma satu, tidur.
Begitulah, seperti yang terjadi di sebuah perusahaan papan atas nasional yang bergerak di bidang keuangan, sudah kehilangan beberapa orang pejabatnya sewaktu atau sehabis bermain golf.
Kuat dugaan, seperti yang diceritakan teman-teman bermain golf yang menyaksikan korban terjatuh di lapangan, serangan jantung menjadi penyebabnya.
Memang, jarak antar kejadian yang satu dan yang berikutnya, relatif lama. Demikian pula lapangan golf yang memakan korban, berbeda-beda.
Tapi, semua itu seharusnya menjadi pelajaran dan tidak terulang lagi peristiwa serupa. Masalahnya, kebiasaan hepi-hepi di malam akhir pekan dan berlanjut besok paginya main golf bersama, sampai sekarang, jika saja tidak ada pembatasan sosial, masih berlangsung.
Yang sedikit berbeda dari pakem olahraga, adalah kasus yang menimpa seorang pemimpin wilayah (masih di perusahaan yang sama dengan cerita di atas, tapi kejadiannya sudah sangat lama). Usianya sudah 55 tahun, setahun lagi mau pensiun.
Sekitar 3 bulan setelah istrinya meninggal, si pemimpin wilayah menikahi sekretarisnya sendiri, berusia 26 tahun dan terkenal dengan penampilan yang bahenol.
Eh, ternyata pernikahan itu hanya bertahan dua hari. Bukan, mereka bukan berantem, tapi seusai "berantem" di tempat tidur, si pejabat tak tertolong lagi, nyawanya lewat.
Menurut kabar burung, si pejabat terlalu memaksakan diri menunaikan tugasnya sebagai suami dengan menelan obat tertentu yang diyakini meningkatkan keperkasaan lelaki.
Ya, soal tutup usia memang rahasia Sang Pencipta. Tak mengenal usia, tak mengenal jabatan. Kalau sudah ajal, sedang tidur atau sedang duduk pun bisa wassalam.Â
Tapi, berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah datangnya penyakit, mutlak diperlukan. Tak ada jalan lain, makanlah makanan yang sehat dalam porsi yang pas.
Bekerja, berolahaga, dan beristirahat, termasuk tidur, semua harus mendapat waktu yang pas pula. Tidak terlalu sedikit, juga tidak terlalu banyak.Â
Dengan demikian, musibah seperti yang dikisahkan di atas, serangan jantung saat olahraga, atau saat "olahraga" di tempat tidur bersama pasangan hidup, bisa dihindari.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H