Dugem di klub malam atau sekadar berkaraoke, menjadi hal yang biasa, dan itu bisa berlangsung hingga jam 1 malam. Padahal, pagi besoknya mereka sudah mem-booking tempat untuk bermain golf.
Jika tempat main golf lumayan jauh dari rumah atau dari hotel tempat menginap, subuh-subuh mereka sudah harus berangkat.Â
Nah, inilah hal yang sangat riskan. Nasehat dokter mengatakan, jangan berolahraga dalam keadaan kurang tidur. Kurang tidur itu obatnya cuma satu, tidur.
Begitulah, seperti yang terjadi di sebuah perusahaan papan atas nasional yang bergerak di bidang keuangan, sudah kehilangan beberapa orang pejabatnya sewaktu atau sehabis bermain golf.
Kuat dugaan, seperti yang diceritakan teman-teman bermain golf yang menyaksikan korban terjatuh di lapangan, serangan jantung menjadi penyebabnya.
Memang, jarak antar kejadian yang satu dan yang berikutnya, relatif lama. Demikian pula lapangan golf yang memakan korban, berbeda-beda.
Tapi, semua itu seharusnya menjadi pelajaran dan tidak terulang lagi peristiwa serupa. Masalahnya, kebiasaan hepi-hepi di malam akhir pekan dan berlanjut besok paginya main golf bersama, sampai sekarang, jika saja tidak ada pembatasan sosial, masih berlangsung.
Yang sedikit berbeda dari pakem olahraga, adalah kasus yang menimpa seorang pemimpin wilayah (masih di perusahaan yang sama dengan cerita di atas, tapi kejadiannya sudah sangat lama). Usianya sudah 55 tahun, setahun lagi mau pensiun.
Sekitar 3 bulan setelah istrinya meninggal, si pemimpin wilayah menikahi sekretarisnya sendiri, berusia 26 tahun dan terkenal dengan penampilan yang bahenol.
Eh, ternyata pernikahan itu hanya bertahan dua hari. Bukan, mereka bukan berantem, tapi seusai "berantem" di tempat tidur, si pejabat tak tertolong lagi, nyawanya lewat.
Menurut kabar burung, si pejabat terlalu memaksakan diri menunaikan tugasnya sebagai suami dengan menelan obat tertentu yang diyakini meningkatkan keperkasaan lelaki.