Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pura-pura Tidur, Pelecehan Seksual di Bus Tanpa Rasa Bersalah

25 Juli 2021   11:25 Diperbarui: 25 Juli 2021   11:53 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pelecehan seksual|dok. stomp, dimuat sumsel.tribunnews.com

Bus antar kota, baik antar kota dalam satu provinsi, maupun antar kota antar provinsi (AKAP), sekarang diduga sudah mulai berkurang jumlahnya dibandingkan sebelum tahun 2000. 

Sebagai contoh, untuk rute Jakarta-Bandung, kebanyakan penumpang memilih naik travel, meskipun dengan tarif yang sedikit lebih mahal ketimbang naik bus.

Namun demikian, untuk jarak yang relatif jauh, seperti dari Jakarta ke Surabaya, atau ke kota-kota di Sumatera, bus AKAP masih banyak peminatnya. 

Saingannya bukan dengan travel yang sama-sama menggunakan jalan raya, tapi justru moda transportasi lain, yakni pesawat terbang, kereta api, dan kapal laut.

Bahkan, tampilan bus-bus masa kini terlihat sangat menarik, membuat penumpang merasa nyaman. Kalau harus menghabiskan malam dalam perjalanan, tidak masalah.

Penumpang bisa tidur dengan nyenyak, karena kursinya relatif lebar dan bisa diatur sandarannya agar nyaman untuk rebahan.

Tapi, bagi penumpang wanita yang bepergian naik bus antar kota seorang diri, belum tentu bisa nyaman. Bahkan, wanita seperti itu ibarat  menempuh perjalanan dengan mempertaruhkan nasibnya.

Kenapa disebut pertaruhan? Begini, para wanita sering was-was bila penumpang yang duduk di sebelahnya bukan wanita. Masalahnya, sewaktu membeli tiket bus, ia tak bisa memastikan siapa yang akan duduk di bangku sebelahnya.

Itulah yang menggumpal dalam hati wanita yang sendirian saat naik kendaraan umum. Ia bertanya-tanya, siapa yang duduk di bangku sebelahnya. Bila laki-laki, ia akan ekstra waspada.

Dan itu tidak pandang laki-laki seperti apa, karena yang bertampang orang kantoran, bahkan mohon maaf, yang bertampang orang alim pun, bisa saja memanfaatkan kesempatan.

Modus paling sering adalah si lelaki pura-pura tidur dan kepalanya rebah ke bahu si wanita. Bisa pula tangannya ikut main, bila si wanita mendiamkan saja.

Dengan berpura-pura tidur, tentu si pelaku merasa tidak bersalah. Bukankah orang tidur tidak tahu apa yang terjadi? 

Tapi, ini bukan tidur yang sebenarnya, hanya pura-pura. Maka, bagaimana sensasi tubuhnya ketika menyentuh tubuh si wanita, akan dinikmatinya.

Wanita yang berani akan segera bertindak, misalnya dengan mendorong bahu si lelaki kembali ke posisi normal. Namun, cara begini tetap mengenakkan bagi si lelaki, karena tangan si wanita akan menyentuh tubuhnya.

Dapat dipastikan, beberapa menit setelah itu, kepala si lelaki akan rebah lagi, sambil berharap si wanita akan mendorongnya lagi. Jelas, si wanita akan capek sendiri dan merasa terteror.

Bisa pula si wanita akan mengubah posisi duduknya, tidak lagi bersandar, tapi lebih maju. Akibatnya kepala si lelaki akan makin jauh mengambil sandaran kursi si wanita.

Dengan posisi seperti itu, situasinya makin menguntungkan si lelaki. Sambil masih pura-pura tidur, wajah si lelaki bisa terantuk dengan punggung si wanita.

Apa tindakan yang sebaiknya dilakukan si wanita? Tak ada cara lain, buang rasa takut dan munculkan semangat agar berani melakukan sesuatu.

Pertama, kalau yakin si lelaki di sebelah memang pura-pura, ngomong saja dengan nada cukup keras, tapi masih sopan. Katakan agar si lelaki menggeser posisinya, tidak menyeberang ke wilayah orang lain.

Kedua, bila si lelaki tidak bereaksi, tetap dengan aksi pura-pura tidur, bangunkan ia. Tapi, bukan menyentuhnya dengan telunjuk, cukup diketok-ketok tangannya atau pahanya pakai pulpen atau alat apa yang ada di tas si wanita.

Ketiga, kalau si lelaki tetap ndableg, si wanita boleh saja marah dengan nada bicara agak keras biar terdengar oleh penumpang lain. Harapannya, penumpang lain bisa membantu membangunkan si lelaki dan tidak beraksi lagi.

Keempat, jalan terakhir adalah melapor ke sopir bus. Biarkan sopir bus yang mengatur, agar si lelaki atau si wanita yang dipindahkan ke kursi lain. Bisa juga sopir bus meminta kesediaan penumpang lain agar mau bertukar tempat duduk dengan si wanita.

Perlu diingat, seandainya pada awalnya si lelaki tampak sangat sopan, si wanita jangan mengurangi kewaspadaan. Soalnya, bila si wanita sudah merasa nyaman, bisa saja tertidur. Tentu bukan tidur yang pura-pura.

Nah, bila penumpang wanita di sebelahnya tertidur, setan pun akan menghasut si lelaki dengan membisiki: "hajar bleh". Aksi penggerayangan pun akan dimulai secara pelan tapi pasti.

Sebetulnya di bus dalam kota pun, pelecehan seksual juga terjadi, terutama saat penumpang penuh dan banyak yang berdiri. Dengan mepet-mepet, aksi pelecehan seksual menemukan momen yang kondusif.

Namun, karena durasi perjalanan yang pendek dan penumpang yang terancam bisa turun di halte berikutnya, membuat si wanita masih bisa menyelamatkan diri secara cepat.

Pendek kata, meskipun tidak semua laki-laki suka memanfaatkan kesempatan memuaskan birahinya dalam perjalanan, wanita yang bepergian sendiri perlu hati-hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun