Masalahnya, siapakah pemenang sejati itu? Justru bisa jadi ciri-cirinya adalah mereka yang merasa belum menang, sehingga tak berlebihan dalam melakukan perayaan.Â
Makanya kelompok ini sangat sedih ditinggalkan oleh bulan puasa. Penggemblengan untuk mengekang hawa nafasu selama satu bulan, belum cukup.
Mereka masih ingin memperbanyak ibadah dan memperbanyak berbuat baik kepada sesama manusia. Mereka juga selalu melakukan introspeksi dan mengoreksi kesalahan yang pernah diperbuatnya.
Maka tak ada keluhan bagi mereka bila tak boleh mudik. Mereka bersabar dan bersyukur. Justru anggaran untuk mudik bisa dialihkan untuk lebih banyak berinfak dan bersedekah.
Di sisi lain, ada pula yang kelompok yang merugi, tapi ironisnya sudah merasa menang dan pantas merayakan kemenangan tersebut dengan kembali mengumbar nafsu.Â
Mereka menikmati aneka makanan istimewa, menggunakan pakaian baru yang menawan, dan berhaha-hihi layaknya orang berpesta. Mungkin mereka memang sudah tak sabar menunggu perayaan ini dan bergembira ketika berakhirnya bulan puasa.
Kelompok yang merugi dan sadar bahwa mereka mereka rugi, agaknya lebih baik daripada kelompok yang merugi tapi sudah merasa menang.
Yang sadar bahwa ia merugi, masih punya harapan untuk meningkatkan ibadahnya di masa datang. Tapi, mereka yang tak sadar kalau merugi, akan lalai dan terlena. Mereka berbelanja, mereka pamer, mereka tampil wah di dunia nyata dan dunia maya.
Lalu, silakan masing-masing kita merenung sejenak, di mana posisi kita?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI