Dulu, yang sering saya dengar adalah ungkapan bahwa "life begins at forty", yang saya persepsikan bahwa pada usia 40 tahun seseorang sebaiknya sudah punya posisi strategis di tempatnya bekerja. Atau, boleh dikatakan kehidupannya mulai mapan.
Tapi, era sekarang memang lebih oke, ketika anak muda banyak yang menginginkan sudah meraih kesuksesan di usia 25 tahun.Â
Saya sendiri, baru memulai karier di usia 25 dengan nasib yang belum jelas karena statusnya sebagai pegawai percobaan di sebuah perusahaan.Â
Pada usia 40 tahun pun, meskipun sudah ada peningkatan dalam karier saya, rasanya belum layak disebut mapan. Baru tiga tahun setelah itu, ketika sudah punya rumah dengan beberapa kamar  dan kendaraan roda 4, baru saya mulai agak lega.
Jelas, di mata anak muda sekarang, pencapaian saya di atas, akan dibilang mereka sebagai terlambat sukses. Ya, tidak apa-apa. Toh faktanya memang seperti itu dan tetap saya syukuri.
Dari kisah saya di atas, saya ingin berpindah ke cerita anak zaman now.Â
Pada hari kedua lebaran kemaren, seorang kerabat baik saya berkunjung ke rumah. Ia datang dalam versi komplit, membawa istri dan 2 anak lelakinya. Â
Berkaitan dengan topik tulisan saya kali ini tentang pencapaian di usia 25, saya akan mengambil contoh dari dua anak lelaki kerabat saya itu, sebut saja namanya Toni, 27 tahun dan Tono, 25 tahun.
O ya salah seorang dari mereka sudah menikah, sehingga istrinya (menantu kerabat saya), juga ikut ke rumah saya.Â
Mungkin Anda mengira Toni sebagai anak tertua yang sudah menikah. Tapi Anda keliru, yang sudah menikah itu justru sang adik, Tono.Â
Meskipun Toni dan Tono terlihat kompak, namun karakternya dari yang saya amati, bertolak belakang. Toni orangnya santai, hingga sekarang boleh dikatakan belum punya pekerjaan.