Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Larangan Mudik, Adakah Peluang Menyiasatinya?

10 Mei 2021   18:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   18:02 975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak usah diperdebatkan lagi tentang larangan mudik. Bahkan, pemerintah sudah berkali-kali mengingatkan agar di semua daerah harus satu narasi dengan kebijakan pusat, yakni "Dilarang Mudik. Titik," seperti pernyataan Mendagri Tito Karnavian (Kompas, 6/5/2021).

Memang, jika kita memantau perbincangan yang terjadi di media sosial, masih saja ditemukan suara yang mempertanyakan kebijakan pemerintah di atas. Bagi banyak orang, budaya mudik itu sifatnya "wajib", sehingga dalam kondisi bagaimanapun harus tetap dilakukan.

Tapi, pemerintah sudah tidak lagi membuka ruang untuk diskusi. Hanya saja, tetap ada pengecualian, yakni bagi warga yang melakukan perjalanan nonmudik, maksudnya untuk keperluan lain yang tak berkaitan dengan mudik. 

Itu pun tidak bisa melenggang begitu saja. Ada birokrasi yang perlu dilalui. Sebagai contoh bagi warga DKI Jakarta yang akan keluar wilayah DKI untuk tujuan nonmudik harus mengurus surat izin keluar masuk (SIKM) wilayah Jakarta selama masa larangan mudik.

Permohonan dan persetujuan SIKM dilakukan secara online. Selain itu, tentu harus bisa menunjukkan hasil pemeriksaan yang menyatakan si pelaku perjalanan tidak terpapar Covid-19.

Siapa saja yang melakukan perjalanan nonmudik tersebut? Mereka adalah pegawai negeri, pegawai perusahaan milik negara dan perusahaan swasta yang sedang melakukan perjalanan dinas, yang didukung dengan surat perintah dari atasannya di kantor. 

Anggota masyarakat biasa juga diperkenankan untuk melakukan kunjungan keluarga, misalnya karena ada yang sakit atau meninggal dunia. Perjalanan ibu hamil juga termasuk yang nonmudik. Demikian pula pergerakan kendaraan pelayanan distribusi logistik.

Menyoal mereka yang melakukan perjalanan dinas, sebagai contoh adalah petugas dari Badan Penanggulangan Bencana, para tenaga kesehatan, wartawan, aparat keamanan, dan sebagainya.

Nah, seketat-ketatnya peraturan, biasanya ada saja warga yang "kreatif" yang mencoba menyiasatinya. Misalnya, warga Jakarta yang ingin mudik dengan mengajukan alasan orang tuanya sakit di kampung halamannya.

Bukankah bagi orang lanjut usia lazim saja mengidap suatu penyakit? Lalu, bisa jadi ada dokter yang bersedia memberikan surat keterangan sakit, yang dikirim kepada anaknya sebagai persayaratan mengurus SIKM.

Yang berani berkolaborasi dengan pengemudi truk sayur atau pengemudi mobil ambulan, bisa saja berani mencoba peruntungannya dalam rangka menembus pos penyekatan di jalur mudik. Ya, cara seperti ini memang berbau spekulatif.

Bagaimana dengan kasus yang telah terungkap? Kompas (6/5/2021) memberitakan bahwa dari pantauan di lapangan, warga menyiasati penyekatan mudik dengan berbagai cara, mulai dari menerobos jalur tikus hingga memanfaatkan kendaraan travel gelap.

Kemudian ada lagi beberapa orang yang diberitakan mudik dengan naik sepeda. Pelakunya pernah diwawancarai dan disiarkan oleh salah satu stasiun televisi nasional. Tentu dibutuhkan ketangguhan fisik selama berhari-hari, bila misalkan naik sepeda dari Jakarta ke salah satu kota di Jawa Tengah.

Jalur laut melaui kapal rakyat yang tidak berlabuh di pelabuhan resmi, menjadi pilihan lain. Namun, kompas.id (9/5/2021) memberitakan patroli laut Kementerian Perhubungan berhasil menggagalkan rombongan warga yang nekat mudik secara ilegal melalui jalur laut di perairan Teluk Jakarta.

Para pemudik jalur laut tersebut diberi sanksi berupa teguran dan diwajibkan untuk putar balik. Jelas, cara ini termasuk tinggi risikonya. 

Soal patroli, tentu di jalur darat yang paling ketat dengan banyaknya pos penyekatan yang tersebar di banyak titik. Ibaratnya, lolos pada lapis pertama, belum tentu aman, karena bisa jadi terjaring pada lapis kedua, ketiga, atau berikutnya.

Ironisnya, baru 4 hari larangan mudik berlaku, kompas.id (9/5/2021) menuliskan bahwa sedikitnya 45.000 orang pemudik terpantau telah masuk ke sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Itulah bukti betapa masyarakat tidak kendor semangatnya untuk tetap mudik. Mereka betul-betul menerapkan kata pepatah "banyak jalan menuju Roma".

Konon katanya, peraturan dibuat bukan untuk dipatuhi, tapi untuk disiasati. Tapi, yang kita butuhkan sebetulnya adalah kesadaran masing-masing kita untuk selalu mengikuti protokol kesehatan demi memutus mata rantai pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun