Atau, bisa juga di balik, bayangkan bila riset di perguruan tinggi berlanjut dengan menggarap apa yang bisa diteruskan oleh sektor industri atau dunia usaha lainnya. Lebih ideal lagi bila dari awal sudah ada kerja sama antara suatu korporasi dengan perguruan tinggi tertentu untuk sebuah proyek riset.
Dilihat dari hal di atas, maka keputusan pemerintah yang menggabungkan pengelolaan pendidikan, kebudayaan, riset dan teknologi pada suatu kementerian, bisa dipahami, agar tercipta keterpaduan antar masing-masing komponen.
Tapi, dengan segala hormat, penggabungan itu belum cukup, bila mereka yang berkutat di bidang riset masih seperti tinggal di menara gading, asyik sendiri, tanpa terhubungkan dengan dunia usaha atau dengan masyarakat banyak.
Konsep pendidikan yang memerdekakan yang dicanangkan Mendikbudristek Nadiem Makarim bukan berarti masing-masing komponen akan bebas menempuh jalannya sendiri-sendiri, meskipun kreativitas dan inovasi menjadi hal yang penting.
Nah, persoalannya bagaimana agar pihak perguruan tinggi dan dunia usaha bisa menjalin hubungan yang baik? Siapa yang harus memulai lebih dulu?
Pihak perguruan tinggi sebaiknya memprioritaskan riset yang sudah diperkirakan seperti apa aplikasinya oleh sektor industri, sehingga pendanaannya bisa dibantu oleh perusahaan yang berminat.
Upaya lain yang perlu dicoba, memberi kesempatan kepada peneliti untuk berkecimpung langsung di suatu perusahaan selama beberapa bulan. Sebaliknya, peneliti dari divisi penelitian di suatu perusahaan bisa bekerja untuk beberapa lama di lembaga penelitian atau di perguruan tinggi.
Dengan demikian terjadi pertukaran ilmu serta perluasan wawasan antar masing-masing pihak. Hal ini sekaligus menjadi jembatan sebagai sarana terjalinnya hubungan yang baik antara perguruan tinggi atau lembaga penelitian dan dunia usaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H