Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Puasa Jadi Kambing Hitam, Betulkah Kita Bangsa Pemalas?

1 Mei 2021   00:01 Diperbarui: 4 Mei 2021   11:40 3546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi malas saat bekerja. Sumber: Freepik/Racool_Studio via KOMPAS.COM

Entah betul atau tidak, konon bangsa Indonesia lebih pemalas dibandingkan bangsa lain. Saya pakai kata "konon", karena memang tidak didukung oleh bukti penelitian ilmiah.

Tapi, jika dibandingkan dengan cara orang-orang di negara maju bekerja sehari-hari, terutama dari segi kedisiplinan dan produktivitas, saya bisa memahami bila warga Indonesia belum sedisiplin dan seproduktif itu.

Selain itu, dari hasil pengamatan saya secara sekilas, baik di tempat saya bekerja maupun di tempat lain, kebanyakan di antara kita (termasuk saya juga), pintar mencari alasan untuk membenarkan perilaku kurang berdisiplin.

Sebagai contoh, sudah tahu kalau kota Jakarta itu sehari-harinya macet, tetap saja alasan kemacetan lalu lintas sering digunakan ketika seseorang terlambat sampai di tempat kerjanya. Padahal, bukannya kalau sudah tahu macet, harus disiasati, misalnya dengan berangkat jauh lebih awal.

Apalagi sekarang ini, dalam suasana bulan suci Ramadan, sangat gampang para pegawai ngacir ke musala atau ke ruang lain yang kosong. Bukan untuk beribadah, tapi untuk tidur. Maka, puasa pun sering jadi kambing hitam.

Maksudnya, dengan berpuasa seolah-olah boleh saja para karyawan diam-diam mencuri waktu untuk tidur. Jangan-jangan, pada dasarnya karyawan yang tidur itu memang pemalas.

Saya pernah berdiskusi dengan seorang konsultan asing yang bekerja untuk Booz Allen Hamilton (BAH). Ketika itu, sekitar 1992-1993, BAH dipakai untuk menangani suatu proyek di kantor tempat saya bekerja.

Kata si konsultan, para pegawai di Indonesia itu jam kerja efektifnya sangat sedikit, jauh di bawah jam kerja yang tercatat dalam kartu absensinya di kantor. 

Begitu sampai di kantor, para pegawai butuh waktu ke belakang merapikan penampilan yang lecet setelah menempuh perjalanan yang macet (bayangkan kondisi di Jabodetabek).

Lalu setelah itu banyak karyawan yang ke pantry meminta office boy (OB) membuat mi rebus atau meminta OB keluar kantor membelikan bubur ayam atau jenis makanan lain yang lazim untuk sarapan.

Ngobrol sambil sarapan antar karyawan menjadi hal yang lazim, hingga akhirnya dari waktu bekerja yang harusnya dimulai pukul 07.30, baru betul-betul memegang pekerjaan sekitar pukul 08.30.

Kemudian, walaupun resminya jam istirahat adalah dari pukul 12.00 hingga 13.00, pada praktiknya pukul 11 banyak karyawan sudah tidak konsentrasi lagi bekerja. Mulai memikirkan atau minta pendapat teman lain tentang mau makan siang di mana dan mau menu apa.

Lalu jam 11.30 sudah keluar kantor. Pulangnya leyeh-leyeh dulu atau sambil ngobrol. Pukul 13.00 bukannya mulai bekerja, tapi ke musala untuk salat. Padahal, kalau tidak leyeh-leyeh dulu, waktu salat tidak akan memakan waktu kerja.

Alhasil baru sekitar pukul 13.30 para karyawan mulai bekerja lagi. Nanti pada pukul 15.00 mereka sudah mulai ngantuk, mendahului ke musala, meskipun waktu salat Asar masih sekitar 20 menit lagi.

Setelah salat, konsentrasi kerja pun mulai buyar, maunya beres-beres saja, agar bisa "teng go". Maksudnya, begitu pukul 16.30 yang merupakan jam pulang, mereka bisa langsung "terbang".

Itu pun si konsultan mengamati ada perilaku yang berbeda di hari Senin dan Jumat. Pada hari Senin, pekerjaan berlangsung kurang efektif karena karyawan banyak yang belum bersemangat sehabis kelelahan berakhir pekan.

Sedangkan pada hari Jumat, karyawan banyak yang senyum-senyum saling berbincang yang bersifat lucu-lucuan, karena gembira sudah mau akhir pekan. Akibatnya, pekerjaan pun tidak tergarap dengan baik.

Namun, perlu diingat, seperti yang saya tulis di atas, si konsultan itu mengamati apa yang terjadi pada dekade 90-an. Apakah sekarang masih begitu?

Kalau yang terjadi di perusahaan tempat saya bekerja, seiring dengan terjadinya transformasi di bidang sumber daya manusia, sudah banyak terjadi peningkatan produktivitas kerja.

Transformasi tersebut antara lain dengan melakukan rekrutmen yang standarnya lebih tinggi, peningkatan kesejahteraan, kejelasan jenjang karier, penerapan sistem reward dan punishment yang lebih adil, sistem bonus yang tergantung pada kinerja masing-masing karyawan, dan sistem promosi yang bukan tergantung pada senioritas.

Ya, memang belum sempurna karena masih banyak yang perlu dibenahi. Namun, dibandingkan kondisi sebelum ini, budaya kerja sekarang sudah lebih baik.

Bisa jadi di beberapa instansi atau perusahaan, masih berlangsung budaya kerja yang seperti memaklumi kemalasan para karyawannya. Tapi menurut saya, hal itu terjadi  karena sistem meritokrasi yang belum sepenuhnya berjalan.

Jadi, masalahnya bukan pada pemalasnya sumber daya manusia kita, tapi pada sistem manajemen sumber daya manusianya yang belum berjalan dengan baik.

Buktinya, banyak juga warga Indonesia yang beruntung diterima bekerja di perusahaan asing yang banyak membuka cabang di negara kita, toh bisa mengikuti irama di sana, dan bahkan mampu berprestasi.

Demikian pula WNI yang bekerja di luar negeri, rata-rata bisa berdisiplin dan produktif. Bahkan, pekerja asal Indonesia dikenal sebagai orang-orang yang tekun tanpa banyak melakukan protes.

Jika sistemnya sudah dibenahi, karyawan yang lagi melaksanakan ibadah puasa pun, tetap rajin bekerja. Memang, melakukan ibadah puasa seharusnya bukan alasan untuk terjadinya penurunan produktivitas kerja.

dok. republika.co.id
dok. republika.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun