Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Anak Bawang yang Langsung Dipanggil "Pak" oleh Karyawan Lain

15 April 2021   10:33 Diperbarui: 15 April 2021   10:35 6019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pergaulan di kantor era dulu (dok. kompasiana.com/nurterbit)

Mereka yang direkrut dengan kualifikasi sarjana, memang "kasta"-nya lebih tinggi dari yang lain. Jadi, meskipun saya waktu itu masih berstatus masa percobaan (istilah resminya "tenaga bulanan lepas" atau TBL), tapi begitu menjadi karyawan tetap, pangkatnya sudah sama dengan banyak karyawan yang jauh lebih tua yang dulu masuk dengan ijazah SMA.

Belakangan saya paham, bapak-bapak itu sengaja memangil karyawan baru yang sarjana dengan "pak", agar nanti ketika orang baru sudah punya posisi, mereka tidak kagok, karena sudah dari awal membiasakan diri memanggil pak.

Hal ini terlihat jelas dengan beberapa teman saya yang masuk dari level SMA tapi umurnya tidak berbeda jauh dengan saya. Karena sering bareng-bareng makan siang di warteg dekat kantor, kami saling memanggil nama saja.

Namun, ketika saya akhirnya menjadi atasan mereka, saya melihat mereka agak kagok mengganti panggilan dari menyebut nama, menjadi "pak". Padahal, andai saya tidak dipanggil "pak", sebetulnya tidak masalah bagi saya.

Begitulah budaya kerja di BUMN ketika itu, masih kentara dengan unggah ungguh. Hal ini berbeda dengan karyawan swasta, apalagi yang di luar negeri, anak buah memanggil nama ke bosnya, biasa saja, tanpa "pak" atau mister.

Maka, mau tak mau, saya yang orang Sumatera merasa perlu belajar tata krama pergaulan dengan teman-teman saya dari suku Jawa dan Sunda dan menerapkannya. 

Menurut saya, tata krama ini cukup mendukung juga perjalanan karier seseorang di BUMN, meskipun hanya menjadi syarat tidak tertulis. Tapi, pada era reformasi, sudah mulai berubah, karyawan yang vokal pun, mulai dapat posisi.

Namun, tidak semua yang memanggil "pak" kepada saya itu berpandangan positif. Saya ingat, ada seorang bapak yang secara tidak sengaja saya menguping pembicaraannya dengan orang lain.

Kata si bapak (sambil menyebut nama saya tanpa pak), saya itu enak banget, karena gajinya sudah sama besar dengannya, walaupun saya anak kemarin sore.

Tapi, dalam hati, saya berterima kasih ke si bapak yang berkomentar miring tersebut. Saya jadi terpacu untuk bekerja lebih giat, sehingga saya merasa wajar gajinya sama dengan orang tua yang dulu masuk dengan latar belakang SMA.

Intinya, saya berusaha bekerja gigih dan menghormati semua orang di divisi yang saya tempati, baik terhadap yang pangkatnya lebih tinggi, maupun yang lebih rendah dari saya. Itulah kiat yang saya lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun