Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Berlomba-lomba Membangun Masjid, Sudahkah Berfungsi Secara Optimal?

23 April 2021   19:03 Diperbarui: 23 April 2021   19:09 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seminggu sebelum dimulainya bulan puasa tahun ini, seorang teman sekolah saya dahulu, melaksanakan sebuah hajatan. Tak tanggung-tanggung, ini bukan hajatan biasa, melainkan peresmian sebuah masjid.

Dari cerita yang beredar di sebuah grup percakapan (saya dan teman tersebut ikut di grup ini), didapat informasi bahwa masjid itu sepenuhnya dibiayai oleh si teman itu. 

Mulai dari membeli lahan dan kemudian melaksanakan pembangunan sebuah masjid berukuran sedang dan cukup representatif di kota kecil yang menjadi kampung halaman saya tersebut, semuanya berasal dari kocek si teman.

Saya mengetahui bahwa masjid itu lumayan bagus karena terlihat dari foto-foto yang diunggah teman saya itu di media sosial. Hebatnya, pejabat tertinggi di daerah tersebut, menjadi tamu kehormatan, karena diundang secara khusus pada acara peresmian masjid.

Lalu, apakah masjid tersebut punya pengurus tetap, apakah jamaahnya cukup banyak, apa saja kegiatan di masjid tersebut selain salat berjamaah, saya belum lagi mendapat ceritanya.

Saya juga sungkan bertanya tentang status kepemilikan masjid, apakah si teman ini mendirikan yayasan dan masjid diserahkan ke yayasan tersebut. Jujur, saya kurang paham tentang status kepemilikan masjid, apakah boleh menjadi milik pribadi atau tidak.

Soal kepengurusan ini menjadi pertanyaan dalam hati saya, mengingat teman saya tersebut tidak berdomisili di kota tempat masjid itu dibangun. Ia tinggal di Jakarta dan baru saja pensiun dari sebuah lembaga tinggi negara, dengan kedudukan yang terpandang. 

Tapi, karena saya tak punya informasi tentang kepemilikan masjid, untuk sementara tetap saja saya sebut masjid itu sebagai masjid pribadi. 

Namun, tentu masyarakat umum di sekitar masjid itu bisa menggunakannya untuk beribadah. Masjid pribadi bukan seperti rumah pribadi, karena saat dibangun, seharusnya sudah dipertimbangkan siapa yang menjadi jamaahnya, agar tidak mubazir.

Saya teringat dengan ceramah agama yang mengatakan betapa besarnya pahala yang mengalir pada seseorang yang ikut menyumbang dalam pembangunan sebuah masjid.

Anggaplah ada seseorang yang menyumbang 1 zak semen saat masjid di lingkungannya tinggal lagi direnovasi. Nah, selagi masjid itu masih berdiri dan berfungsi sebagaimana mestinya sebuah masjid, pahala akan mengalir pada seseorang itu, meskipun ia sudah meninggal dunia.

Bayangkan, bila bukan 1 zak semen yang disumbang, tapi sebuah masjid secara utuh. Sungguh teramat besar pahalanya dan semoga teman saya itu mendapat limpahan pahala yang berlipat ganda.

Terlepas dari itu, saya merasa perlu menuliskan catatan bahwa apa niat yang terkandung dalam hati orang yang membangun masjid, menjadi hal yang sangat penting.

Soalnya, bukan teman saya itu saja yang membangun masjid. Saya juga mendengar banyaknya orang yang mempunya rezeki berlebih yang mendirikan masjid. Seorang saudara sepupu saya juga sudah melontarkan niatnya untuk melakukan hal yang sama.

Jauh sebelum itu, warga kota Depok, Jawa Barat, tentu sudah tahu dengan masjid yang sangat megah yang lebih terkenal dengan nama Masjid Kubah Mas. 

Masjid yang juga menjadi objek wisata religi ini, menurut berita di media massa dibangun dan dimiliki oleh Dian Al Mahri, seorang wanita pengusaha asal Banten. 

Kemudian ada lagi berita tentang seorang pengusaha, Jusuf Hamka, yang berencana membangun 1.000 masjid. Jelas, usaha yang positif seperti itu sangat besar artinya.

Namun demikian, akan lebih baik lagi bila keberadaan sebuah masjid baru tidak membuat "mati" masjid lain di sekitar itu. Jadi, lokasinya sebaiknya di tempat yang memang membutuhkan masjid.

Perlu diingat, fungsi masjid yang utama memang sebagai tempat beribadah, mengaji bersama, atau mengadakan acara siraman rohani dengan ceramah agama dalam rangka membangun sisi spiritual umat atau jamaah.

Tapi, fungsi sosial ekonominya juga perlu dibangun agar tercipta rasa persaudaraan yang kuat dan saling membantu antar jamaah. Maka, pemebenahan manajemen masjid menjadi hal yang tidak kalah pentingnya.

Saya lupa di mana saya mendengar ceramah atau membaca, bahwa akan datang suatu masa, di mana orang kaya seperti berlomba-lomba membangun masjid, tapi ironisnya jamaahnya sepi, sehingga masjid yang besar jadi mubazir.

O ya, selain orang kaya, fenomena yang menarik akhir-akhir ini adalah seperti adanya perlombaan membangun masjid agung antar pemerintah daerah.

Nah, semua itu baik-baik saja dan pantas disyukuri, asal tidak mubazir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun