Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Laba Bank BUMN Anjlok, Pemerintah Tetap Minta Dividen

1 April 2021   00:01 Diperbarui: 1 April 2021   11:52 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementerian BUMN (Sumber: ANTARA Foto/APRILLIO AKBAR)

Bank-bank BUMN baru saja melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dengan agenda utama pengesahan perolehan laba masing-masing bank dan setoran dividen yang akan dilakukan sebagai bagian laba untuk pemilik.

Namanya juga perusahaan milik negara, maka tentu sebagian besar saham bank-bank BUMN dimiliki oleh negara. Namun, karena semua bank BUMN sudah go public, maka masyarakat, bahkan juga orang asing, yang menjadi pemegang saham, otomatis akan menikmati kucuran dividen.

Dividen BUMN sangat diperlukan pemerintah karena berfungsi sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Memang, mengingat besarnya kebutuhan anggaran, apalagi di masa pandemi Covid-19 sekarang ini, jelas dividen tersebut fungsinya sekadar "penambal".

Sumber pemasukan negara yang utama tetap saja dari penerimaan pajak. Setelah ditambah dengan penerimaan lain, termasuk dividen itu tadi, karena ketekorannya masih banyak, mau tak mau tentu pemerintah memperbesar utang. 

Utang pemerintah tidak melulu bersumber dari luar negeri. Masyarakat banyak pun juga mengutangi pemerintah dengan membeli obligasi (surat utang) yang dikeluarkan pemerintah, sehingga si pembeli akan menerima penghasilan bunga obligasi yang lebih besar ketimbang deposito bank.

Kembali ke topik RUPST bank-bank BUMN, berikut ini dipaparkan besarnya dividen dari masing-masing bank. Bank BUMN yang pertama kali menggelar RUPST di tahun ini adalah Bank Tabungan Negara (BTN), yakni pada tanggal 10 Maret 2021.

BTN membukukan laba sepanjang tahun 2020 sebesar Rp 1,60 triliun. Angka ini secara nominal adalah yang terendah di antara semua bank BUMN. Tapi menjadi wajar mengingat BTN juga menjadi bank BUMN dengan aset terkecil.

Namun, ada pengecualian yang dialami BTN, karena satu-satunya bank BUMN yang mengalami peningkatan laba dibandingkan perolehan laba tahun 2019. 

Memang pada 2019 manajemen BTN melakukan "bersih-bersih" antara lain karena dampak kasus korupsi yang melanda bank yang expert dalam pembiaayaan perumahan itu. Sehingga, di tahun 2019 laba BTN hanya Rp 209 miliar.

Dengan laba 2020 yang lumayan, RUPST BTN juga menghasilkan pengecualian lainnya, karena menjadi satu-satunya bank BUMN yang tidak membagi dividen. Semua laba BTN dijadikan untuk memperkuat modal.

Dengan modal yang kuat, diduga pemerintah mengharapkan BTN akan lebih besar kapasitasnya dalam mengucurkan kredit perumahan. Khususnya, bagi masyarakat yang mengalami kendala finansial untuk membeli rumah yang tergolong rumah sederhana untuk ditempati.

Kedua, Bank Madiri menggelar RUPST pada 15 Maret 2021. Mandiri membukukan laba tahun 2020 sebesar Rp 17,1 trilun, yang berarti turun 38 persen dari perolehan laba 2019. Tentu, dampak pandemi menjadi penyebab utama penurunan laba.

RUPST Mandiri di atas menyetujui membagikan 60 persen dari laba, atau sebesar Rp 10,27 triliun, sebagai dividen kepada para pemegang saham. Pemerintah adalah pemegang saham mayoritas, sehingga sebagian besar dividen akan mengalir ke kas negara.

Ketiga, Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyelenggarakan RUPST pada 25 Maret 2021. Perolehan laba BRI 2020 adalah sebesar Rp 18,65 triliun, merupakan yang terbesar di antara semua bank BUMN.

Namun demikian, perolehan laba tersebut anjlok tajam dibandingkan perolehan laba tahun 2019 yang sebesar Rp 34,4 triliun. Jelas, bank yang banyak memberikan pembiayaan kepada pelaku UMKM itu lumayan terpukul gara-gara pandemi.

RUPST BRI menyetujui pembagian dividen sebesar 65 persen dari laba, atau sebesar Rp 12,12 trilun. Pemerintah akan menjadi pihak yang terbesar menerima dividen karena posisinya sebagai pemegang saham mayoritas.

Keempat, Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank BUMN terakhir yang melaksanakan RUPST yakni pada 29 Maret 2021. Tidak didapat informasi kenapa BNI yang terakhir, padahal rencana semula yang telah diumumkan secara terbuka, adalah tanggal 18 Maret 2021.

Sesuai peraturan bursa saham, BNI harus mengumumkan rencana penundaan tersebut dua minggu sebelum jadwal semula. Entah ada hubungannya atau tidak, yang jelas, di antara semua bank BUMN, BNI mengalami kemerosotan laba terparah. 

Betapa tidak. Jika pada tahun 2019 BNI masih mencatatkan laba sebesar Rp 15,28 triliun, pada 2020 terjun bebas dengan perolehan laba hanya Rp 3,28 triliun. Ini berarti anjlok 78,7 persen.

Meskipun demikian, BNI masih diminta menyetor dividen sebesar 25 persen dari laba 2020 atau sebesar Rp 820 miliar. Boleh dikatakan BNI yang punya banyak nasabah peminjam dari usaha sakala menengah ke atas, sangat terpukul karena pandemi.

Kesimpulannya, pada tahun 2020 lalu, seperti juga yang dialami banyak bank swasta, termasuk pula bank-bank di luar negeri, bukan masa yang bagus buat bank BUMN.

Masalahnya, ketika pemerintah memerlukan anggaran besar untuk program stimulus ekonomi demi memulihkan perekonomian, peranan bank BUMN sebagai "sapi perah" masih diharapkan.

Jadi, dampak pandemi Covid-19 ibarat memberikan pukulan ganda bagi bank BUMN, yakni anjloknya perolehan laba, sementara tetap harus menyetor dividen ke pemegang saham yang notabene mayoritas saham dipegang pemerintah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun