Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Larangan Mudik Lebaran: Aliran Uang ke Desa akan Mandek?

3 April 2021   06:48 Diperbarui: 5 April 2021   21:16 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mudik(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Larangan mudik lebaran sungguh tak terduga oleh banyak orang. Setidaknya itu yang tergambar dari pembicaraan saya dengan beberapa orang teman, serta lalu lintas percakapan di media sosial yang saya ikuti.

Banyak teman saya, juga saudara dan kerabat saya, yang sudah berencana pulang ke kampung halaman di sekitar lebaran nanti. Sebagian di antaranya sudah memesan tiket pesawat terbang.

Terbayang bukan, bagaimana mereka menumpahkan rasa kecewanya berupa komentar di media sosial. Hal ini wajar, mengingat pada lebaran tahun 2020 lalu, mereka juga tidak mudik.

Jujur, saya termasuk yang juga kaget dengan pengumuman larangan mudik lebaran. Soalnya, saya sendiri sudah memberanikan diri naik pesawat terbang dari Jakarta-Pekanbaru pulang pergi pada pertengahan Maret 2021.

Ketika itu, pesawat yang saya tumpangi dipenuhi penumpang, sehingga tidak ada kursi yang dikosongkan untuk memenuhi protokol kesehatan. Di mata saya, sepertinya untuk transportasi publik sudah terbiasa dengan kondisi normal baru.

Kondisi tersebut sama dengan sebelum pandemi dan hanya menambahkan kewajiban memperlihatkan hasil pemeriksaan antigen yang negatif di bandara keberangkatan dan melaporkan riwayat perjalanan secara online melalui aplikasi khusus di bandara kedatangan.

Mungkin di mata pemerintah, kenormalan yang saya maksud masih bisa ditolerir untuk hari-hari biasa. Namun, dalam suasana lebaran, di mana biasanya arus mudik dan arus balik mengalami peningkatan berkali-kali lipat ketimbang hari biasa, dinilai sangat rawan.

Tentu pemerintah telah belajar dari beberapa kali pelaksanaan cuti bersama, sehingga berani mengambil keputusan yang tidak populer, yang membuat banyak orang kaget.

Jumlah kasus baru pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 beberapa hari setelah pelaksanaan cuti bersama yang melonjak tajam, jelas hal yang mengkhawatirkan. Soalnya, cuti bersama identik dengan pergerakan massal antar kota antar provinsi.

Nah, sekarang, khususnya sejak Maret 2021, kasus baru secara harian sudah berkurang ketimbang yang terjadi sebelum itu. Boleh jadi hal ini karena keberhasilan program vaksinasi.

Tapi, kita tak boleh juga buru-buru mengklaim sebagai keberhasilan. Kalau bisa, kasus harian ditekan jauh lebih rendah lagi. Makanya, larangan mudik lebaran, harus dilihat dalam konteks ini, sehingga harus kita terima dengan lapang dada.

dok. ANTARA Foto, dimuat pikiran-rakyat.com
dok. ANTARA Foto, dimuat pikiran-rakyat.com
Pemerintah sendiri pada awalnya terkesan maju mundur. Coba lihat pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bahwa pemerintah tidak akan melarang mudik lebaran (kompas.com, 16/3/2021). Hal ini karena akan ada mekanisme protokol kesehatan yang ketat.

Tapi, seperti diketahui, akhirnya secara resmi pemerintah melarang mudik lebaran tahun 2021. Larangan tersebut berlaku buat ASN, TNI-Polri, karyawan BUMN, karyawan swasta, pekerja mandiri, dan seluruh masyarakat, dari tanggal 6 hingga 17 Mei 2021.

Bahkan, ada ancaman denda atau kurungan yang sudah menanti bagi siapa yang berani melanggar larangan mudik lebaran. Sejumlah media daring menuliskan bahwa dendanya maksimal mencapai Rp 100 juta.

Memang, apakah pemerintah betul-betul bisa tegas menerapkan aturan denda di atas, masih perlu kita lihat buktinya nanti. Kuat dugaan, sebagian warga, terutama yang karyawan swasta dan pekerja mandiri, akan nekad untuk tetap mudik.

Dengan anggapan mayoritas warga mematuhi larangan mudik, kira-kira siapa yang untung dan siapa yang buntung? Yang jelas, berdiam diri di rumah saja pada libur lebaran, mungkin bukan pilihan banyak warga.

Oleh karena itu, masyarakat akan tetap bepergian, tapi bukan ke luar kota atau ke luar daerah. Cukup di sekitar kediamannya, sehingga tidak perlu berhadapan dengan aparat yang melakukan razia pelanggar mudik lebaran di titik-titik tertentu di batas kota. 

Bagi warga Jakarta dan sekitarnya, pilihan untuk cuci mata di mal-mal megah, jalan-jalan ke Ancol, Taman Mini, Monas, atau objek wisata lainnya, diduga tetap ramai, meskipun dengan menerapkan protokol kesehatan.

Asisten Rumah Tangga (ART), seharusnya termasuk yang dilarang mudik. Tapi, dengan keluguannya, ART diperkirakan tetap nekad mudik, karena bagi mereka, mudik itu "ritual" setahun sekali yang bersifat wajib diikuti.

Bila ART tetap mudik, keluarga tanpa ART akan memilih menginap di hotel dalam kota. Istilahnya sekarang disebut staycation. Jadi, mal dan hotel di ibu kota menerima berkah dari kebijakan larangan mudik.

Perputaran uang yang biasanya setiap lebaran mengalir dari kota besar ke desa-desa, pada tahun ini, kalaupun mengalir, jumlahnya relatif kecil. Pengelola objek wisata, pengusaha rental kendaraan, penjual oleh-oleh, dan pelaku usaha lainnya di daerah, mungkin terpaksa gigit jari pada lebaran tahun ini.

Memang, warga kota yang mentransfer uang ke familinya di desa akan tetap dilakukan. Tapi, akan terasa lebih ngefek bila warga kota pulang kampung.

Perlu diketahui, berkah uang para perantau bagi desa-desa sangatlah penting. Maka, mandeknya aliran uang gara-gara larangan mudik, sebaiknya bisa disiasati.

Contohnya, warga ibu kota memesan oleh-oleh atau makanan khas dari daerah asalnya secara online. Tetaplah berbelanja produk-produk dari berbagai daerah, agar kenikmatan berlebaran juga merata, meskipun tanpa mudik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun