Rasanya saya sudah mencoba makanan berbahan utama dari mi dalam berbagai versi. Tapi, mi lontong pical, boleh disebutkan sebagai mi versi Padang. Soalnya, hanya di Padang dan kota-kota lainnya di Sumbar, saya menemukan mi tersebut.
Memang, meskipun tidak banyak, di Jakarta juga ada saya menemukan mi lontong pical yang dijual di restoran Padang. Artinya tetap melekat dengan gaya masakan Padang. Â Mungkin saya kurang gaul atau belum mengeksplor, tapi relatif jarang disediakan mi lontong pical di bukan restoran Padang.Â
Ada dua keunikan mi lontong pical, yakni karena ada lontongnya dan ada picalnya. Soalnya, sangat jarang mi dimakan dengan lontong. Demikian juga dengan pical (bahasa Minang untuk pecel), juga jarang mi dicampur beberapa jenis sayuran dan diberi kuah kacang.
Tapi, cobalah berkeliling di Sumbar, terutama pada jam sarapan pagi. Warung-warung yang menyediakan mi lontong pical tersebar dan ramai dikunjungi pelanggannya.
Sebetulnya, sampai era 1970-an, pilihan menu sarapan pagi (jika makan di luar rumah) di Sumbar pada umumnya adalah lontong sayur atau ketupat sayur dengan kuah nangka atau daun pakis (orang Minang menyebutnya daun paku).
Pilihan lainnya yang banyak terdapat di warung makan adalah ketan putih yang dilumuri parutan kelapa dan dimakan bersamaan dengan pisang goreng. Biasanya ketan disajikan dalam bungkus daun pisang.
Namun, mulai era 80-an, mi lontong pical makin populer di Sumbar. Bagi mereka yang tidak suka kuah kacang, juga bisa memesan lontong sayur gulai nangka, tapi tetap dicampur mi kuning.
Jelaslah, konsumsi mi kuning masyarakat Minang relatif tinggi. Bahkan, kerasi yang lebih baru adalah mencampur nasi goreng dan mi kuning, dan disebut dengan "Minas" (mi dan nasi goreng).
Perlu diketahui, di Sumbar, ada tiga kategori tempat makan, yakni rumah makan, restoran, dan bopet. Rumah makan menyediakan nasi putih dan lauk pauknya yang khas masakan Padang. Restoran menyediakan makanan non-nasi, seperti sate, soto, martabak, gado-gado, dan sebagainya.
Rumah makan yang besar biasanya di papan namanya tertulis "Rumah Makan dan Restoran", di mana di kaca depan menyajikan menu lauk pauk, di bagian belakang tempat menu restoran disediakan.Â
Adapun bopet lebih mirip kedai kopi, tempat minum dan ngobrol-ngobrol. Makanan di bopet biasanya aneka gorengan dan aneka bubur. Yang paling populer adalah bubur kampiun, karena campuran dari beberapa jenis bubur.
Nah, mi lontong pical ini lazim terdapat di bopet atau di restoran, tapi bukan di rumah makan. Seperti yang telah disinggung di atas, mi lontong pical biasanya dimakan pada pagi hari, meskipun bisa juga disantap pada siang dan malam hari.
Jelaslah bahwa masakan khas Sumbar tidak hanya populer dengan nasi rendang, gulai kikil, dendeng balado, atau ayam pop. Juga bukan hanya Sate Padang, Soto Padang atau Martabak Mesir. Tapi, juga mi lontong pical yang lamak bana (enak sekali).
Jujur, saya tidak paham soal bumbu masakan. Tapi, bahan yang diperlukan untuk membuat mi lontong pical, tentu saja lontong dan mi kuning. Kemudian membuat kuah kacang yang tingkat kepedasannya disesuaikan dengan selera masing-masing.
Sayur yang dicampur dengan mi adalah kol yang diiris tipis, rebusan daun singkong dan rebusan kacang panjang. Lalu, jangan lupa kerupuk merah yang digoreng.Â
Karena saya sangat suka makan kerupuk, saya sering minta kerupuk yang banyak. Ya, pokoknya mi yang satu ini, lamak bana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H