Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Harga Pangan: Membela Petani, Konsumen, atau Pedagang?

22 Maret 2021   18:10 Diperbarui: 26 Maret 2021   09:36 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah ada beberapa orang gubernur yang dengan kritis menanggapi rencana pemerintah pusat untuk melakukan impor beras. Yang cukup lantang, di antaranya disuarakan oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Menurut Kang Emil, demikian sapaan akrab bagi Gubernur Jawa Barat tersebut, Jawa Barat akan segera memasuki masa panen raya. Bahkan, seperti yang diberitakan Kompas (19/3/2021) di sejumlah daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur sudah mulai memasuki panen raya.

Di lain pihak, dengan rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras, turut mempengaruhi psikologis pasar yang akhirnya menekan harga gabah di tingkat petani. Harga kering gabah panen hanya berkisar Rp 3.200-Rp 3.700 per Kg, jauh di bawah harga pembelian pemerintah Rp 4.200 per Kg.

Belum impor saja, harga gabah sudah lebih dulu anjlok. Bila nanti betul-betul impor direalisasikan, harga semakin jatuh. Padahal, ongkos tanam seperti untuk menyewa lahan mengalami peningkatan. Pembelian pupuk nonsubsidi (karena terbatasnya jatah pupuk bersubsidi) juga memberatkan petani.

Makanya, bila saat ini para petani merasa gundah, tentu bisa dimaklumi. Harapan mereka, agar gabah hasil panen raya segera diserap oleh pemerintah sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah.

Pembelian beras oleh pemerintah dilakukan oleh perusahaan milik negara, Perum Bulog. Rencana impor beras pun juga akan dilakukan oleh Bulog. 

Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, pemerintah menjamin impor beras tidak dilakukan saat panen raya. Opsi impor dipilih sebagai alternatif pemerintah mengamankan cadangan beras pemerintah di perum Bulog sebesar 1 juta-1,5 juta ton (Kompas, 20 Maret 2021).

Nah, apakah nantinya betul-betul dilaksanakan impor beras dan apa pengaruhnya terhadap harga beras, menarik untuk ditunggu dan dicermati. Namun, bagaimanapun juga, sebuah kebijakan pemerintah sulit untuk memuaskan semua pihak.

Secara teoritis, dalam ilmu ekonomi tingkat dasar, disebutkan tentang hukum demand dan supply, atau hukum permintaan dan penawaran. Impor beras dan juga panen raya, sama-sama berfungsi menambah pasokan atau jumlah penawaran beras di pasar.

Meningkatnya jumlah pasokan, secara teori itu tadi akan membuat harga turun, sesuatu yang ditakutkan para petani. Di sinilah terletak dilemanya, karena harga pangan yang rendah, justru dibutuhkan oleh masyarakat luas (selain petani).

dok. ANTARA Foto/Yusuf Nugroho, dimuat validnews.id
dok. ANTARA Foto/Yusuf Nugroho, dimuat validnews.id
Bukankah para buruh dengan gaji setara upah minimum di masing-masing provinsi, apalagi yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak pandemi, sangat mendambakan harga pangan yang murah?

Masalahnya, meskipun jumlah petani secara statistik mulai berkurang seiring dengan laju urbanisasi, namun tetap banyak dan tersebar. Sehingga, menyejahterakan rakyat, tak mungkin dilakukan di atas penderitaan para petani.

Sebetulnya, keberadaan Bulog dimaksudkan untuk menjawab dilema harga pangan yang jadi kebutuhan pokok rakyat. Harga yang terlalu tinggi memberatkan konsumen, sedangkan harga yang terlalu rendah memberatkan produsen yang notabene adalah petani.

Untuk mengatasi dilema itu, Bulog punya formula penetapan harga yang dinilai mampu memenuhi kepentingan semua pihak. Tidak terlalu tinggi sehingga masih terjangkau oleh daya beli konsumen, dan tidak terlalu rendah sehingga masih menguntungkan petani.

Maka, ketika datang masa panen raya, yang secara teoritis membuat harga turun karena pasokannya melimpah, Bulog akan menyerapnya dengan harga yang telah ditetapkan itu tadi. Bulog akan menyimpan di gudang-gudang mereka sebagai persediaan bahan pangan.

Kemudian, ketika pasokannya langka karena musim paceklik, Bulog akan melakukan operasi pasar, megeluarkan stok dari gudangnya. Dengan demikian harga tidak melambung karena pasokan langka, karena Bulog menjual dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya.

Nah, jika Bulog melakukan impor pangan, tentu atas dasar perhitungan stok yang dipunyainya masih di bawah batas yang seharusnya ada. Jelaslah, betapa strategisnya peran yang dimainkan Bulog.

Masalahnya, jangan lupakan peran "aktor" yang adakalnya di luar jangkauan kontrol pemerintah, yakni para pedagang. Para pedagang ini bertingkat-tingkat dari pedagang besar, menengah, dan kecil. 

Semakin panjang mata rantai para pedagang ini, semakin murah harga beli ke petani dan semakin mahal harga jual ke konsumen akhir. Hebatnya, agresivitas para pedagang tersebut jauh lebih lincah dari Bulog.

Jangan heran bila di tingkat petani harga pangan mengalami penurunan, namun di tingkat konsumen tidak terasa penurunannya. Artinya, keuntungan terbesar lari ke pedagang.

Salah satu solusi yang perlu dikembangkan adalah memperbanyak anak muda yang melek teknologi informasi untuk menekuni bidang pertanian. Tujuannya agar mempertemukan produsen dan konsumen dalam suatu aplikasi, sehingga mata rantai perdagangan bisa dipangkas.

Dengan demikian, harga yang terbentuk tidak terlalu rendah bagi petani dan juga tidak terlalu tinggi bagi konsumen. Margin keuntungan yang diambil oleh penyedia aplikasi bisa ditekan, namun dengan volume perdagangan yang besar, akan tetap memadai.

Solusi lain, diharapkan Bulog betul-betul mampu memainkan peranannya mengatasi dilema harga pangan. Kalau pun terpaksa mengimpor, harus dibuktikan tidak membuat petani menderita. 

Jangan sampai ada kesan, impor dilakukan demi membela pedagang. Kepentingan semua pihak harus terakomodir. Artinya, demi masyarakat banyak, baik sebagai konsumen maupun petani sebagai produsen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun