Masalahnya, meskipun jumlah petani secara statistik mulai berkurang seiring dengan laju urbanisasi, namun tetap banyak dan tersebar. Sehingga, menyejahterakan rakyat, tak mungkin dilakukan di atas penderitaan para petani.
Sebetulnya, keberadaan Bulog dimaksudkan untuk menjawab dilema harga pangan yang jadi kebutuhan pokok rakyat. Harga yang terlalu tinggi memberatkan konsumen, sedangkan harga yang terlalu rendah memberatkan produsen yang notabene adalah petani.
Untuk mengatasi dilema itu, Bulog punya formula penetapan harga yang dinilai mampu memenuhi kepentingan semua pihak. Tidak terlalu tinggi sehingga masih terjangkau oleh daya beli konsumen, dan tidak terlalu rendah sehingga masih menguntungkan petani.
Maka, ketika datang masa panen raya, yang secara teoritis membuat harga turun karena pasokannya melimpah, Bulog akan menyerapnya dengan harga yang telah ditetapkan itu tadi. Bulog akan menyimpan di gudang-gudang mereka sebagai persediaan bahan pangan.
Kemudian, ketika pasokannya langka karena musim paceklik, Bulog akan melakukan operasi pasar, megeluarkan stok dari gudangnya. Dengan demikian harga tidak melambung karena pasokan langka, karena Bulog menjual dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya.
Nah, jika Bulog melakukan impor pangan, tentu atas dasar perhitungan stok yang dipunyainya masih di bawah batas yang seharusnya ada. Jelaslah, betapa strategisnya peran yang dimainkan Bulog.
Masalahnya, jangan lupakan peran "aktor" yang adakalnya di luar jangkauan kontrol pemerintah, yakni para pedagang. Para pedagang ini bertingkat-tingkat dari pedagang besar, menengah, dan kecil.Â
Semakin panjang mata rantai para pedagang ini, semakin murah harga beli ke petani dan semakin mahal harga jual ke konsumen akhir. Hebatnya, agresivitas para pedagang tersebut jauh lebih lincah dari Bulog.
Jangan heran bila di tingkat petani harga pangan mengalami penurunan, namun di tingkat konsumen tidak terasa penurunannya. Artinya, keuntungan terbesar lari ke pedagang.
Salah satu solusi yang perlu dikembangkan adalah memperbanyak anak muda yang melek teknologi informasi untuk menekuni bidang pertanian. Tujuannya agar mempertemukan produsen dan konsumen dalam suatu aplikasi, sehingga mata rantai perdagangan bisa dipangkas.
Dengan demikian, harga yang terbentuk tidak terlalu rendah bagi petani dan juga tidak terlalu tinggi bagi konsumen. Margin keuntungan yang diambil oleh penyedia aplikasi bisa ditekan, namun dengan volume perdagangan yang besar, akan tetap memadai.