Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cara Bank Hadapi Ancaman Tekfin, Berkolaborasi dan Dirikan Bank Digital

27 Maret 2021   15:49 Diperbarui: 27 Maret 2021   16:29 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesatnya perkembangan industri teknologi finansial (tekfin), awalnya dinilai menjadi ancaman bagi industri perbankan. Betapa tidak, sebelumnya seseorang yang membutuhkan kredit harus datang mengajukan permohonan secara tertulis ke bank dan melengkapi berbagai persyaratan.

Setelah itu, pihak bank butuh waktu untuk menganalisis apakah si pemohon layak diberikan kredit. Kalau disetujui, masih butuh waktu beberapa hari lagi untuk proses pencairan kredit. Pokoknya, birokrasinya lumayan rumit karena bank menerapkan prinsip prudential banking.

Sekarang, dengan kehadiran tekfin, hanya dengan bermodalkan aplikasi di gawai dan dalam hitungan jam, sudah masuk dana ke rekening peminjam. Tentu juga ada persyaratan yang harus dipenuhi calon peminjam, seperti bukti identitas nasabah dan bukti kemampuannya untuk membayar kembali dari penghasilan bulanannya.

Namun demikian, dugaan bank akan "habis", ternyata keliru. Menurut Munawar Kasan, Deputi Direktur di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri tekfin justru jadi pendorong akselerasi perbankan menuju digitalisasi (Kompas, 19/3/2021). 

Selain itu, semakin banyak bank yang berkolaborasi dengan perusahaan tekfin dengan saling bekerjasama. Soalnya, bank dan tekfin ternyata saling membutuhkan atau saling melengkapi.

Memang, sekilas seperti terkesan keduanya saling bersaing. Kalaupun sebagian nasabah bank berpaling ke tekfin, secara persentase tidak begitu signifikan. 

Hal ini karena pada dasarnya tekfin menggarap nasabah yang selama ini memang belum terjangkau oleh bank, karena penghasilannya tidak mencukupi batas minimal yang diminta bank. Atau, juga karena nasabah tersebut tidak mempunyai kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan bank, terutama yang berkaitan dengan agunan pinjaman.

Jadi, tekfin mengisi celah yang belum ter-cover oleh bank. Nah, melihat fleksibilitas dan kelincahan tekfin, akhirnya banyak bank yang mengajak tekfin berkolaborasi. Di lain pihak, tekfin membutuhkan modal yang antara lain bisa didapat dengan dukungan pendanaan dari bank.

Soal pendanaan tekfin tersebut, dalam pola peer-to-peer lending, memang bukan berasal dari modal pemilik tekfin, tapi dari masyarakat yang mempercayakan uangnya diputarkan tekfin. Tentu masyarakat penyimpan dana mengharapkan imbalan berupa bunga atau sejenisnya.

Namun, bila calon peminjamnya banyak, sedangkan penyimpan dana sedikit, jika bank percaya dengan kemampuan manajemen tekfin, bukan tidak mungkin bank mengucurkan dananya.

Selain itu, tekfin juga membutuhkan pembinaan manajemen oleh perbankan, terutama dari sisi manajemen risiko, karena bank telah punya pengalaman jauh lebih dulu.

Bentuk hubungan bank dengan tekfin yang sekarang makin marak adalah dengan pola akuisisi. Dalam hal ini, bank yang mengakuisisi perusahaan tekfin, sehingga status tekfin berubah menjadi anak perusahaan dari sebuah bank. 

Dengan demikian, nasabah tekfin yang membutuhkan pinjaman yang lebih besar karena bisnisnya semakin berkembang, akan dilayani oleh bank yang jadi induk perusahaan tekfin.

Perlu diketahui, untuk industri tekfin berjenis peer-to-peer lending, sesuai regulasi, hanya dibolehkan memberikan pinjaman maksimum sebesar Rp 2 miliar kepada seorang nasabah.

Ada juga bank yang mengambil alih bank kecil, lalu bank kecil tersebut dijadikan bank digital, sejenis industri tekfin tapi dengan embel-embel "bank". Pola ini dipakai oleh BCA dengan mengambil alih bank Royal, dan kemudian berganti nama menjadi Bank Digital BCA.

BRI juga berencana mengkonversi anak perusahaannya, Bank BRI Agro, yang akan mengkhususkan diri sebagai bank digital. Bank digital lainnya adalah Bank Jago, yang sebelumnya bernama Bank Artos. Bank Jago sendiri sebagian sahamnya diakuisisi oleh Gojek. 

Bank digital dan tekfin tidak persis sama, karena tekfin hingga saat tidak disebut sebagai bank. Adapun bank digital secara prinsip sama dengan bank lainnya, namun tidak memerlukan kantor secara fisik, segala urusan cukup dengan gawai. 

Boleh dikatakan bahwa bank digital beroperasi mirip tekfin, tapi dengan jenis layanan yang lebih komplit seperti bank pada umumnya.

Kesimpulannya, keberadaan perusahaan tekfin bukan ancaman, tapi membuat kalangan bank tertantang untuk lebih kreatif. Contohnya, bank berkolaborasi dengan tekfin, mengakuisisi tekfin, atau membentuk bank digital. 

Apapun itu, yang penting adalah bank harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas dengan cepat, nyaman, dan aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun