Bentuk hubungan bank dengan tekfin yang sekarang makin marak adalah dengan pola akuisisi. Dalam hal ini, bank yang mengakuisisi perusahaan tekfin, sehingga status tekfin berubah menjadi anak perusahaan dari sebuah bank.Â
Dengan demikian, nasabah tekfin yang membutuhkan pinjaman yang lebih besar karena bisnisnya semakin berkembang, akan dilayani oleh bank yang jadi induk perusahaan tekfin.
Perlu diketahui, untuk industri tekfin berjenis peer-to-peer lending, sesuai regulasi, hanya dibolehkan memberikan pinjaman maksimum sebesar Rp 2 miliar kepada seorang nasabah.
Ada juga bank yang mengambil alih bank kecil, lalu bank kecil tersebut dijadikan bank digital, sejenis industri tekfin tapi dengan embel-embel "bank". Pola ini dipakai oleh BCA dengan mengambil alih bank Royal, dan kemudian berganti nama menjadi Bank Digital BCA.
BRI juga berencana mengkonversi anak perusahaannya, Bank BRI Agro, yang akan mengkhususkan diri sebagai bank digital. Bank digital lainnya adalah Bank Jago, yang sebelumnya bernama Bank Artos. Bank Jago sendiri sebagian sahamnya diakuisisi oleh Gojek.Â
Bank digital dan tekfin tidak persis sama, karena tekfin hingga saat tidak disebut sebagai bank. Adapun bank digital secara prinsip sama dengan bank lainnya, namun tidak memerlukan kantor secara fisik, segala urusan cukup dengan gawai.Â
Boleh dikatakan bahwa bank digital beroperasi mirip tekfin, tapi dengan jenis layanan yang lebih komplit seperti bank pada umumnya.
Kesimpulannya, keberadaan perusahaan tekfin bukan ancaman, tapi membuat kalangan bank tertantang untuk lebih kreatif. Contohnya, bank berkolaborasi dengan tekfin, mengakuisisi tekfin, atau membentuk bank digital.Â
Apapun itu, yang penting adalah bank harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas dengan cepat, nyaman, dan aman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H