Rizky Billar, seorang artis berusia 25 tahun menyatakan bahwa ia mengorbankan masa muda demi kariernya. Seperti diberitakan kompas.com (10/3/2021), selebriti asal Medan tersebut sekarang lagi berada di puncak popularitas, berkat kerja kerasnya.
Rizky tidak punya waktu untuk main-main seperti anak muda lainnya, karena sangat sibuk syuting sinetron secara stripping dan juga jadi host di layar kaca.Â
Tulisan ini tidak bermaksud membahas Rizky Billar. Namun, secara umum, di berbagai bidang profesi, tidak sedikit ditemukan anak muda yang sangat gigih bekerja mengeluarkan segenap kemampuannya.Â
Orang seperti Nadiem Makarim, yang pada usia 26 tahun mendirikan perusahaan rintisan (startup) Gojek, jelas menjadi contoh kehebatan anak muda. Apalagi, Gojek demikian cepat bekembang, sehingga valuasi perusahaannya sudah miliaran dollar AS, atau triliunan rupiah.
Masalahnya, seperti apa masa muda yang dikorbankan itu? Tak ada waktu untuk pacaran? Lupa memikirkan jodoh, sehingga di usia 40-an baru sadar memerlukan seorang istri atau suami. Bahkan, ada juga yang kebablasan melajang selamanya.
Ada juga pendapat yang mempertentangkan antara masa muda dan masa depan. Mau kehilangan masa muda atau masa depan? Kenyamanan di masa depan sangat tergantung pada kegigihan di masa muda.Â
Dilihat secara sekilas, pandangan seperti itu ada benarnya, sehingga banyak yang tergila-gila, bekerja dan bekerja terus menerus. Sampai-sampai tidak punya me time lagi. Mungkin itu yang terjadi pada Rizky Billar.
Tapi menjadi keliru, bila hal itu dijadikan alat pembenaran untuk menunda menikah, atau menunda punya anak bila sudah menikah. Kurang pas bila sibuk berkarier dijadikan kambing hitam kegagalan atau ketidakmauan mendapatkan pasangan, dan mengatakan mengorbankan masa muda demi karier.
Bila menilik perjalanan karier seorang Nadiem Makarim yang telah disinggung di atas, pantas dicatat, bahwa Nadiem menikah pada usia 30 tahun dan sekarang punya tiga orang anak.
Betapa bahagianya seorang pekerja profesional yang sibuk, saat pulang ke rumah disambut hangat oleh istri dan anak-anak yang menjadi penyejuk hati.Â
Justru, bila tetap melajang agar tidak ada keluarga yang dianggap penghambat karier, kehidupan akan terasa gersang. Coba pikir, buat apa uang dicari, kalau bukan untuk dinikmati bersama keluarga tercinta?
Jelaslah, bisa saja karier dikejar tanpa kehilangan masa muda. Toh, di sela-sela kesibukan kerja, tetap perlu hiburan pelepas lelah, yang identik dengan mengisi masa muda. Â Berhura-hura pun sepanjang tidak berlebihan, oke-oke saja.
Kecuali, bila hura-hura tersebut sudah melanggar hukum, itu namanya bukan mengisi masa muda. Adalah keliru bila beranggapan orang muda perlu merasakan fly karena narkoba, perlu menjadi playboy agar punya jam terbang tinggi bergonta ganti pasangan.Â
Carilah hiburan yang sehat. Contohnya, mengembangkan hobi bermain musik, berolahraga, menikmati film, dan sebagainya. Jika perlu berpacaran, atau cara yang lebih religius disebut ta'aruf, boleh saja. Tapi, setia dengan satu orang dengan niat untuk menikahi, serta tahu batas untuk tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Maka, jika ada nasehat dari orang lain untuk mengisi masa muda sebaik-baiknya agar cepat meraih puncak karier, perlu disikapi dengan bijak. Maksudnya, gigihlah bekerja mengejar cita-cita, tapi sebaiknya berjalan paralel dengan upaya membangun keluraga yang bahagia.Â
Jangan salah kaprah. Keduanya, karier dan keluarga, bersifat saling melengkapi, bukan saling menghalangi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H