Untung saja usia saya sudah 60 tahun lebih beberapa bulan, sehingga hari ini, Senin (8/3/2021) diikutsertakan dalam program vaksinasi yang diselenggarakan Kementerian BUMN di Istora Senayan, Jakarta Pusat.Â
Ada teman saya, yang hanya kurang 2 bulan dari usia 60 tahun, meskipun sudah mencoba mendaftar, tapi tidak bisa diproses pada sistem registrasinya.
Dalam pelaksanaannya, Kementerian BUMN menggandeng Pemda DKI Jakarta dan Indonesia Healthcare Corporation (holding rumah sakit milik BUMN yang dimotori Rumah Sakit Pertamina).Â
Sehingga, jika dilihat pada foto, Gubernur DKI Anies Baswedan menyempatkan diri datang ke lokasi acara bersama Menteri BUMN Erick Thohir pada siang harinya.
Tujuannya untuk bernegosiasi agar Indonesia diprioritaskan mendapatkan vaksin yang memang sangat kita butuhkan.
Alhasil, untuk Asia Tenggara, Indonesia adalah negara pertama yang melaksanakan program vaksinasi. Tapi, harus diakui pula, dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, kondisi di Indonesia adalah yang terparah.Â
Bukan saja karena jumlah kasus pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di negara kita paling banyak (ini wajar, karena penduduk Indonesia juga paling banyak), tapi persentase kasus dibanding jumlah yang diuji, juga yang tertinggi.
Maka dilihat dari sisi itu, tentu langkah yang ditempuh Kementerian BUMN pantas diapresiasi. Bila hanya mengandalkan program reguler dari Kementerian Kesehatan, akan sangat lama untuk mencapai target 180 juta penduduk yang menerima vaksin.
Saya sendiri masuk kelompok pertama yang menerima vaksin pada program yang dinamakan "Sentra Vaksinasi Bersama BUMN" tersebut. Programnya akan berlangsung selama 6 hari, yakni dari 8 hingga 13 Maret 2021. Saya kebagian jadwal pada Senin pagi pukul 08.00 hingga 09.00 WIB.
Tentu ada untungnya kebagian kelompok pertama, yakni lebih cepat memperoleh suntikan vaksin.Â
Jadi, semua keraguan atau kecemasan, segera sirna begitu saya selesai divaksin pada pukul 09.22 WIB dan tidak terjadi apa-apa selama 30 menit menunggu setelah divaksin dalam rangka diobservasi.
Tapi, menjadi kelompok pertama, juga ada ruginya. Ada "proses belajar" bagi jajaran panitia dalam melakukan koordinasi, sehingga jadwal pelaksanaan tertunda sekitar 30 menit.Â
Untunglah, banyak sekali disediakan meja pendaftaran, untuk memeriksa identitas peserta yang telah terdaftar secara sistem.
Berikutnya juga disediakan sejumlah meja untuk tempat pengukuran suhu tubuh, tekanan darah, dan kadar oksigen.Â
Setelah semua indikator tersebut menyatakan layak untuk divaksin, baru para peserta dipersilakan ke ruang untuk disuntik vaksin, yang juga terdapat beberapa ruang secara paralel.Â
Terakhir, baru masuk ruang observasi selama 30 menit.
Tadinya saya pikir yang lebih menakutkan itu saat jarum suntik menembus lengan kiri saya di bagian atas. Tapi, alhamdulillah, sambil dalam hati berdoa, peristiwa sekitar 3 detik itu pun berakhir dengan hanya sedikit rasa sakit.Â
Menurut saya, tertusuk duri atau digigit semut merah, masih lebih sakit ketimbang disuntik.
Padahal, saya beberapa kali menonton berita melalui layar kaca, tentang laki-laki berbadan kekar seperti anggota kepolisian dan satpam yang berteriak-teriak saat divaksin, sehingga terpaksa dipegangi oleh beberapa orang. Saya pikir itu karena sugesti negatif saja.
Justru, yang mengkhawatirkan saya adalah kerumunan begitu banyak orang pada waktu bersamaan. Apalagi mereka sudah berusia 60 tahun ke atas. Saya malah termasuk "muda", karena yang berusia sekitar 70 tahun, jumlahnya lumayan banyak.Â
Sebagai catatan, target Kementerian BUMN akan ada 5.000 orang per hari yang divaksin. Maka, wajar saja bila saya menaksir ada sekitar 300-an peserta yang bersamaan menunggu di rombongan yang saya ikuti.Â
Memang, disediakan bangku dengan jarak antar peserta sekitar 80-90 cm. Namun, ketika saya sampai di halaman Istora Senayan jam 07.10 pagi, sudah banyak yang berdiri membentuk barisan berjajar dengan jarak antar peserta juga tidak sampai 1 meter.Â
Ada sekitar 20 menit berdiri, sebelum dibolehkan masuk ke ruang tunggu yang ada kursinya.
Ya, memang kesalahan saya juga datang terlalu cepat. Ketentuannya, peserta diminta sudah hadir 15 menit sebelum jadwal, atau pada pukul 07.45. Tapi, kesulitan memprediksi apakah akan menemui kemacetan di jalan, membuat banyak orang berpikir seperti saya, lebih baik terlalu cepat ketimbang terlambat.
Dan satu hal yang "mengerikan", banyak peserta yang saking kangennya bertemu teman yang sudah lama tidak berjumpa langsung, tidak sadar ada yang saling merangkul dan bersentuhan secara fisik lainnya.
Mohon dimaklumi, para peserta kebanyakan adalah pensiunan dari sejumlah perusahaan milik negara. Tentu tak terelakkan lagi, mereka yang berasal dari perusahaan yang sama akan saling ngobrol melepas rindu. Pembatasan sosial pun jadi kurang terawasi.
Maka, selain memberikan apresiasi atas kerja keras panitia, saya menyarankan pada hari-hari berikutnya, panitia lebih meningkatkan pengawasan agar semua peserta bisa mematuhi protokol kesehatan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H