Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Selain Soal Cinta, Ghosting Sering Terjadi Gara-Gara Utang

4 Maret 2021   17:00 Diperbarui: 4 Maret 2021   17:13 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. tampilcantik.com

Ghosting menjadi istilah yang populer di kalangan anak muda sekarang, terutama bagi mereka yang aktif di media sosial. Secara umum, istilah tersebut menggambarkan perilaku seseorang yang tiba-tiba menghilang begitu saja, setelah sekian lama sangat aktif saling berhubungan di media sosial dengan "pacar dunia maya"-nya.

Jadi, bisa dikatakan bahwa di antara sepasang kekasih, atau mungkin masih tahap pedekate, ada satu pihak yang hanya berpura-pura tertarik, dan satu pihak yang sudah mulai "mabuk kepayang". Atau, bisa juga bukan perpura-pura, tapi masih berupa penjajakan, namun oleh pasangannya diartikan sudah serius.

Tentu yang berpura-pura yang akan menghilang tanpa pesan. Sedangkan yang sudah terlanjur sayang, akan gundah gulana, makan tak enak, tidur tak nyenyak. Sepertinya, yang melakukan ghosting sengaja ingin mempermainkan perasaan orang yang di-PHP-kannya (PHP singkatan dari "pemberi harapan palsu).

Bagi pihak yang menghilang, sebaiknya segera menyadari bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan perilaku yang tidak baik. Apa pun alasannya, anggaplah sekadar untuk lucu-lucuan saja, atau sekadar memberi kejutan, tetap saja bisa ditafsirkan orang lain sebagai perilaku yang tidak bertanggung jawab.

Maka, untuk yang seperti itu, jangan pernah lagi mengulangi. Kalau sudah bosan berhubungan dengan seseorang, beri sinyal untuk mengurangi frekuensi pertemuan di media sosial, sebelum betul-betul hengkang. Jika alasan "bosan" dirasa kurang bijak, boleh saja sedikit memperhalus kalimatnya dengan mencari alasan yang masuk akal.

Sedangkan bagi pihak yang ditinggalkan, boleh saja bersedih hati, namun jangan lama-lama. Sebelum menyalahkan orang lain, sebaiknya introspeksi dulu, bertanya dalam hati, apa kira-kira yang menjadi penyebab, apakah sebelumnya marah-marah, berdebat, atau ada salah penafsiran.

Jika merasa tidak punya kesalahan, bersyukurlah, artinya Tuhan telah memberikan sinyal bahwa ia bukan jodoh yang pas. Bukankah lebih baik perilaku tidak bertanggung jawab seperti itu bisa diketahui sewaktu belum menikah?

Untuk melepas uneg-uneg, silakan saja bertanya langsung dengan mengirim pesan singkat ke pasangan yang menghilang. Lalu bila ia tak membaca, membaca tapi tak membalas, atau malah memblokir, ya  sudah, ikhlaskan saja, toh dunia belum kiamat.

Bahwa ghosting itu merupakan perilaku tidak bertanggung jawab, bukan hanya terjadi dalam hubungan antar lawan jenis. Sebetulnya, perilaku menghilang tanpa jejak, lebih  sering terjadi dalam utang piutang antar teman, bahkan juga antar famili.

Namanya juga teman, tentu yang meminjamkan uang pada awalnya memberikan atas dasar kepercayaan saja, tanpa didukung perjanjian tertulis. Apalagi kalau yang meminjam masih terhitung famili sendiri, masak iya dicurigai.

Masalahnya, si pengutang adakalanya tidak berpikir panjang, asal dapat pinjaman. Belum jelas dari mana sumber dana pembayaran kembali, mereka sudah berani berjanji bulan depan akan dikembalikan.

Lalu bulan depan pun lewat, demikian pula bulan-bulan setelah itu. Awalnya, masih bisa memberikan berbagai alasan, tapi lama-lama akhirnya memilih menghilang tak tentu rimbanya.

Jika si pengutang berani menunjukkan tanggung jawab, seharusnya ia mendatangi pihak yang memberikan pinjaman. Menjelaskan kondisi kehidupannya dan apa kesulitannya, menjadi cara yang baik. Bila ia tidak mengarang-ngarang, bukan tidak mungkin utangnya dikonversi sebagai zakat atau bantuan, sehingga tak kan ditagih lagi.

Tapi, bila si pengutang di media sosialnya masih terlihat pergi berbelanja di mal, makan-makan di restoran, maka pasti si pemberi pinjaman merasa dikibuli. Sulit untuk mengikhlaskan utang seperti itu.

Akan lebih parah kalau si pengutang melalukan ghosting, tak bisa dikontak sama sekali. Dalam hubungan percintaan, korban ghosting tak punya hak untuk memperkarakan ke pihak yang berwajib. Tapi, dalam soal utang piutang, bisa diperkarakan sekiranya didukung oleh dokumen yang memadai. Hanya saja, biaya untuk memperkarakan juga tidak sedikit, dan prosedurnya mungkin tidak sederhana.

Begitulah, baik dalam soal percintaan, maupun dalam soal utang piutang, melakukan ghosting cerminan dari perilaku yang tidak bertanggung jawab. Sedangkan bagi korban, meskipun berat, mengikhlaskan menjadi opsi yang perlu dicoba. Ambil hikmahnya sebagai pelajaran berharga, agar tidak terulang lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun